Monday 4 January 2021

L. Edwin Arwana: Makalah Qona'ah

 Makalah Akhlak Tasawuf

 

 

“QONA’AH”

 




 

 

 

 

JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MATARAM

2020


KATA PENGANTAR

 

Segala puji dan syukur atas ke hadirat Allah yang Maha Esa yang karena limpahan nikmat serta hidayah-Nya kepada kita semua terlebih penyusun sehingga akhirnya Makalah Akhlak Tasawuf ini dapat terselesaikan. Kedua kalinya sholawat serta salam kepada Nabi kita tercinta Muhammad shallallah alaihi wasallam yang dengan perjuangan, kerja keras serta semangat beliau akhirnya kita dapat merasakan manisnya Islam.

Makalah Akhlak Tasawuf ini telah kami susun semaksimal mungkin, dan kami haturkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama untuk dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf bapak Lukman Taufik, M. Pdi. serta pihak-pihak terkait dan rekan-rekan sekalian atas segala bimbingan dan pengajaran serta bantuannya sehingga dapat lebih mempermudah dalam penyusunannya. Kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan guna mempermudah kami dalam menyempurnakan makalah ini.

Penyusun mengharapkan semoga nantinya makalah Akhlak Tasawuf ini dapat diambil hikmah serta memberikan mamfaat bagi generasi bangsa kedepannya guna menciptakan kemajuan serta kedamaian di negeri kita tercinta Indonesia.

 

 

 

         Mataram, 8 Mei 2020

 

 

 Penyusun,

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

COVER

KATA PENGANTAR                                                                                  ii

DAFTAR ISI                                                                                                 iii

BAB I PENDAHULUAN                                                                             1

A.       Latar Belakang                                                                             1

B.       Rumusan Masalah                                                                        2

C.       Tujuan                                                                                          2

BAB II PEMBAHASAN                                                                              3

A.      Pengertian Qona’ah                                                                     3

B.       Dasar Hukum Qona’ah                                                                5

C.       Hikmah Qona’ah                                                                         6

D.      Aspek-Aspek Qona’ah                                                                 9

E.       Qona’ah dalam Kehidupan Sehari-hari                                        10

BAB III PENUTUP                                                                                      11

A.       Kesimpulan                                                                                  11       

B.       Saran                                                                                            11

DAFTAR PUSTAKA                                                                                              

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Qana’ah artinya sikap merasa cukup atau menerima apa adanya terhadap segala usaha yang telah dilaksanakannya. Sifat qanaah akan mengendalikan diri seseorang dari keinginan memenuhi hawa nafsu. Sebagai seorang muslim yang berjiwa kuat, sikap qana’ah tentunya sangat penting untuk dimiliki. Dengan sikap qana’ah seorang muslim akan terhindar dari rasa rakus dan serakah ingin menguasai sesuatu yang bukan miliknya. Seseorang yang memiliki sikap qana’ah akan merasa kecukupan dan selalu berlapang dada. Dalam dirinya yakin akan apa yang ia peroleh dari usahanya adalah atas kehendak Allah SWT. Ia sadar bahwa hanya Allah yang mengatur rejeki, hidup, mati dan jodoh seseorang.

Pada zaman sekarang sikap qona’ah memiliki urgensi yang sangat besar guna menciptakan suatau masyarakat madani. Hal ini karena hakikat dari qona’ah itu sendiri yakni menerima serta merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah ta’ala. Dalam sudut pandang materi sikap qana’ah ini harus dimiliki oleh orang yang kaya maupun orang yang miskin adapun wujud qana’ah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan segala cara.

Kemudian diharapkan dengan adanya makalah ini, penyusun dapat lebih mengetahui terkait dengan qona’ah serta kiat-kiat untuk menggapainya dan menghindari penyakit duniawi yang dapat merusaknya. Kemudian penyusun juga berharap dapat ikut mengambil andil dalam melaksanakan UUD 1945 mengenai bagaimana caranya agar dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermartabat. Sehingga nantinya tercipta kondisi negara yang aman, maju dan sejahtera.

 

B.       Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan qona’ah?

2.      Apa dasar hukum qona’ah?

3.      Apa hikmah qona’ah?

4.      Apa saja aspek-aspek qona’ah?

5.      Bagaimana penerapan qona’ah dalam kehidupan sehari-hari?

C.      Tujuan

1.      Untuk mengetahui makna dari qona’ah.

2.      Untuk mengetahui dasar hukum qona’ah.

3.      Untuk mengetahui hikmah qona’ah.

4.      Untuk mengetahui aspek-aspek qona’ah.

5.      Untuk mengetahui penerapan qona’ah dalam kehidupan sehari-hari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Qona’ah

Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut istilah ialah  sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Rasulullah mengajarkan kita untuk ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian.[1] Hal ini didasarkan pada hadis Rasulallah SAW yang diriwayatkan oleh jabir, beliau bersabda yang artinya:

Qana‘ah (menerima pemberian Allah) adalah harta yang tidak sirna.” (HR. Thabrani).

Qana‘ah (sikap puas dengan apa yang ada, pent). Dikatakan juga bahwa qana’ah adalah sikap tenang dalam menghadapi hilangnya sesuatu yang biasa ada. Muhammad bin ‘Ali at-Tirmidzi menegaskan: qana’ah adalah kepuasan jiwa atas rejeki yang dilimpahkan kepadanya. Dikatakan qana’ah adalah menemukan kecukupan di dalam yang ada di tangan.

Rasa cukup terhadap apa yang ada pada diri sendiri, merupakan ungkapan tentang kecukupan diri sehingga membuat seseorang tidak mengerahkan kemampuan dan potensinya untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan dan disukainya. Suatu hal yang membuat seseorang kehilangan rasa lapar saat menghadapi sesuatu keinginan yang tidak dapat direalisasikan, atau suatu kebutuhan yang tidak mungkin dia penuhi. Dengan perasaan tersebut dia tidak perlu akan kebutuhan-kebutuhan yang orang lain mungkin sangat mendesak.[2]

Hamka dan Aa-Gym sepakat bahwa qana’ah berarti merasa puas dan cukup. Maksudnya rezeki yang diperoleh dari Allah dirasa cukup dan disyukuri. Betapapun penghasilan yang didapat, ia terima dengan ikhlas sambil terus menerus melakukan ikhtiar secara maksimal dijalan yang diridhai Allah SWT.[3]

Qana’ah yaitu rela dengan sekedar keperluan berupa makan, minum, dan pakaian. Maka hendaklah ia merasa cukup sekadar yang paling sedikit dan dengan jenis yang kurang. Tangguhkan keinginan padanya hingga suatu hari atau hingga satu bulan agar dirinya tidak terlalu lama bersabar atas kefakiran. Hal itu mendorong pada ketamakan. Hal itu dapat mendorong pada ketamakan, meminta-minta dan merendahkan dirinya pada orang-orang kaya.[4]

Menurut kaum sufi qana’ah adalah salah satu akhlak mulia yaitu menerima rezeki apa adanya dan menganggapnya sebagai kekayaan yang membuat mereka terjaga statusnya dari meminta-minta kepada orang. Sikap qana’ah membebaskan pelakunya dari cekam kecemasan dan memberinya kenyamanan psikologis ketika bergaul dengan manusia.[5]

Menurut Abu Zakaria Ansari yang dikutip oleh Taofik Yusmansyah mengartikan qana’ah adalah perasaan seseorang bahwa ia telah merasa cukup dengan apa yang ia miliki, yang sudah dapat memenuhi keperluan hidupnya, baik berupa makanan, pakaian, maupun lainnya. Sedangkan qana’ah menurut Atallah ialah terhentinya keinginan seseorang terhadap apa yang sudah diberikan kepadanya dan tidak ada lagi keinginannya untuk menambah apa yang sudah ada.[6]

Qana’ah merupakan suatu sikap yang dituntut dari para sufi, karena qana’ah dapat menjauhkan diri dari ajakan nafsu terhadap tipu daya kehidupan dunia, yang membuat seseorang lupa akan Allah SWT dan lalai atas kewajibannya sebagai seorang hamba Allah SWT dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan di akhirat kelak.

Jadi orang yang memiliki sifat qana’ah akan merasa puas dengan yang diperolehnya dan menjadikan kenikmatan tersebut untuk menghindari dari hal-hal yang buruk, qana’ah  juga menjadikan seseorang tidak sombong karena berfikir apa yang mereka dapat hanyalah titipan yang kapan saja bisa hilang.

B.       Dasar Hukum Qona’ah

Dasar hukum dari qona’ah yang paling pokok ada 2 yaitu al-qur’an sebagai firman Allah ta’ala dan kalam nabi Muhammad shallallahualaihi wasallam. Di dalam al-qur’an surah at-taubah ayat 51 Allah ta’ala berfirman, yang artinya:

Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (at-Taubah: 51)

Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang menimpa terhadap umat manusia adalah ketentuan atau ketetapan Allah. Tiada hal yang terjadi tanpa izin Allah. Allah lah yang Maha melindungi umat manusia dan hanya kepada Allah orang- orang beriman berserah diri sepenuhnya kepada Allah.

Alqomah berkata, “Ia adalah seseorang yang terkena musibah dan ia mengetahui bahwa musibah itu dari sisi Allah, maka ia rela dan pasrah.[7] Dari sini dapat diartikan bahwa apabila seorang hamba mau memahami bahwa pilihan Allah untuknya adalah lebih baik dari pada pilihannya sendiri untuk dirinya.  Maka ia bisa menghadapi kehidupannya dengan ridha dan tenang. Ia juga akan mencari pahala dengan bersabar atas musibah dan cobaan yang menimpa, serta bersyukur atas nikmat yang diterimanya.

Menurut Hamka Qona’ah memiliki indikator sebagai berikut: 1) Menerima dengan rela apa yang ada, 2) Memohon kepada Allah tambahan yang pantas dan tetap berusaha, 3) Menerima dengan sabar akan ketentuan Allah, 4) Bertawakkal kepada Allah, 5) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.[8]

Dalam surah al-baqarah ayat 155 Allah ta’ala berfirman, yang artinya:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 155)

Kemudian dalam suatu hadis Rasulallah shallallahualaihi wasallam bersabda, yang artinya:

Dari Abu Hurairah R.A berkata, Nabi SAW bersabda: bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kekayaan hati. (Muttafaqun Alaih)

Dan dalam hadis yang lain beliau juga bersabda, yang artinya:

Dari Abdillah bin Amr sesungguhnya Rasulullah saw bersabda; sungguh beruntung orang yang masuk islam dan rizkinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang pemberian Allah.” (HR Muslim)

C.      Hikmah Qona’ah

Menurut Taofik, manfaat sikap qana’ah di dalam kehidupan antara lain:

a.       Sebagai Penyeimbang hidup

Sikap qana’ah sebagai penyeimbang hidup dalam kehidupan, karena seorang muslim yang mempunyai sifat qana’ah tidak akan terlalu gembira tidak akan terlalu gembira jika mendapat anugerah, kenikmatan, kesuksesan, popularitas atau jabatan. Ia akan menyadari bahwa segala yang diperolehnya berasal dari Allah SWTdan juga tidak akan putus asa atau frustasi jika kehilangan sesuatu yang ia senangi dan banggakan.

b.      Sebagai Penggerak hidup

Seorang muslim yang qana’ah akan memiliki sikap emosional yang memungkinkannya meraih cita-cita dan kemenangan baik dalm kehidupan dunia dan akhirat. Sikap qana’ah ini bukan berarti berdiam diri, berpangku tangan, dan malas bekerja melainkan sikap positif dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan kehidupan.

Orang yang mempunyai sikap Qana’ah akan selalu menerima apa adanya yang telah diberikan oleh Allah padanya, ia tidak akan tergiur oleh kemewahan atau kekayaan yang dimiliki orang lain, karena dirinya sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, karena pada hakikatnya kekayaan itu bukanlah tergantung pada banyaknya harta melainkan sifat menerima yang dimilikinya. Sifat qana’ah akan membimbing sesorang kepada hal-hal yang perlu saja. Ia tidak akan hidup menghambur-hamburkan harta untuk hal yang tidak perlu.

Seseorang yang memiliki sikap qanaah akan menerima dengan ikhlas semua pemberian Allah swt., dan senantiasa berpikir, Allah telah memberikan kenikmatan sesuai ukuran kebutuhan kita. Oleh karena itu, ia akan selalu bersyukur kepada Allah swt. Sikap qanaah bukan berarti bertindak putus asa dalam mencari rezeki Allah. Manusia harus tetap berusaha mencari karunia Allah dengan cara-cara yang baik sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Adapun hasil dari usaha itu harus diterima dengan lapang dada seraya berserah diri kepada Allah swt.

Ketika berusaha mencari dunia, orang-orang qana'ah menyikapinya sebagai ibadah yang mulia di hadapan Allah yang Maha kuasa, sehingga ia tidak berani berbuat licik, berbohong dan mengurangi timbangan. Ia yakin tanpa menghalalkan segala cara apapun, ia tetap mendapatkan rizki yang dijanjikan Allah. Ia menyadari akhir rizki yang dicarinya tidak akan melebihi tiga hal; menjadi kotoran, barang usang atau bernilai pahala di hadapan Allah. Bila kita mampu merenungi dan mengamalkan makna dan pentingnya qona’ah maka kita akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman hidup. Dan hendaknya diketahui bahwa harta itu akan ditinggalkan untuk ahli waris. Dalam kehidupan pribadi setiap muslim, sifat qanaah dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.      Jiwa akan tenang dan tenteram.

2.      Terhindar dari sifat tamak dan dengki.

3.      Menimbulkan hati yang sabar dan penuh ketabahan.

4.      Terhindar dari kekhawatiran dan keresahan.

5.      Selalu puas terhadap nikmat yang diberikan Allah.

6.      Sabar atas segala cobaan dari Allah.

Masyarakat akan menjadi baik jika dimulai dari kehidupan pribadi yang baik. Begitu pula manfaat qanaah dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya manfaat qanaah dalam kehidupan pribadi, otomatis dalam kehidupan bermasyarakat pun sifat qanaah akan bermanfaat. Di antara manfaat sifat qanaah dalam kehidupan bermasyarakat sebagai berikut:

1.      Terjalin hubungan yang harmonis dalam kehidupan bermasyarakat.

2.      Tercipta masyarakat yang senantiasa jujur satu sama lain dalam setiap perbuatan.

3.      Terhindar dari sifat suka menyakiti dan memfitnah.

4.      Terhindar dari sifat saling iri dan dengki.

Tidak diragukan lagi bahwa  qona’ah dapat menenteramkan jiwa manusia dan merupakan faktor kebahagiaan dalam kehidupan karena seorang hamba yang qona’ah dan menerima apa yang dipilihkan Alah untuknya, dia tahu bahwa apa yang dipilihkan Allah untuknya adalah yang terbaik baginya di segala macam keadaan.[9]

Sikap qona’ah membebaskan pelakunya dari kecemasan dan memberinya kenyamanan psikologis ketika bergaul dengan manusia. Dzunnun al-Mashri mengatakan: “Barangsiapa bersikap qona’ah maka ia bisa merasa nyaman di tengah manusia-manusia sesamanya.

Sebaliknya, ketiadaan qona’ah dalam hidup akan menyeret pelakunya pada penuhanan materi sehingga kebebasannya terampas karena kerakusan dalam mencari harta duniawi yang memaksanya berbuat apapun untuk mendapatkan harta.[10]

D.      Aspek-Aspek Qona’ah

Menurut Hamka yang dikutip oleh Labib dan Moh. Al- ‘Aziz dalam bukunya Hamka “Thasawuf Modern” qana’ah itu mengandung lima perkara:[11]

a.    Menerima dengan rela apa yang ada.

b.   Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.

c.    Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.

d.   Bertawakal kepada Tuhan.

e.    Tidak tertarik oleh tipu daya manusia.

Orang yang qana’ah adalah menerima apa adanya, dengan meninggalkan kesenangan nafsu dan sesuatu yang mewah, baik berupa makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Para Sufi menyatakan bahwa Allah mengajarkan lima prinsip pembinaan tasawuf dan merupakan perwujudan dari sikap qana’ah, yaitu:[12]

a.    Merasa mulia jika dalam ketaatan.

b.   Merasa hina jika dalam kemaksiatan.

c.    Haibah (wibawa) dalam melakukan shalat di malam hari.

d.   Hikmah di waktu perut sedang kosong.

e.    Merasa kaya dalam sikap qana’ah.

Berdasarkan penjelasan di atas aspek dari qana’ah yaitu menerima dengan rela apa yang ada, memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas dan berusaha, menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan, bertawakal kepada Tuhan, dan tidak tertarik oleh tipu daya manusia.

E.       Qona’ah dalam Kehidupan Sehari-hari

Simulasi dari qana’ah dalam kehidupan kita sehari-hari diantaranya adalah sebagai brikut:

1.      Selalu ikhlas menerima kenyataan hidup meskipun dengan keadaan yang sederhana.

2.      Tidak banyak berangan-angan dan berharap ynag melebihi batas kemampuan dan batas yang ada.

3.      Selalu berusah dan bekerja untuk  memperbaiki nasib kehidupan pada masa yang akan datang.

4.      Selalu berserah diri kepada Allah SWT, baik dalam kehidupan lapang maupun sempit.

5.      Tidak bersikap iri apalagi hasud kepada nikmat Allah yang diterima oleh orang lain.

6.      Berprasangka baik atas keputusan dan takdir Allah ta’ala.

7.      Menjauhkan diri dari sifat tamak, serakah, prasangka kurang baik .

8.      Jika hasil yang diperoleh tidak sesuai  dengan yang diharapkan tidak mudah kecewa dan putus asa.

9.       Dapat hidup sesuai dengan kebutuhan.

10.  Optimis tidak pesimis dan tidak putus asa serta tidak berlebihan arahnya membelanjakan harta sesuai dengan kebutuhan.

11.  Selalu yakin bahwa apa yang didapatnya dan yang ada pada dirinya merupakan anugerah dari Allah SWT.

 

 

 

 

 

BAB III

 PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Qana’ah menurut bahasa adalah merasa cukup atau rela, sedangkan menurut istilah ialah  sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Rasulullah mengajarkan kita untuk ridha dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, baik itu berupa nikmat kesehatan, keamanan, maupun kebutuhan harian. Dan untuk dasar hukum dari qona’ah yang paling utama adalah al-qur’an sebagai firman Allah ta’ala dan hadis sebagai sabda nabi shallallahualaihi wasallam.

Orang yang mempunyai sikap Qana’ah akan selalu menerima apa adanya yang telah diberikan oleh Allah padanya, ia tidak akan tergiur oleh kemewahan atau kekayaan yang dimiliki orang lain, karena dirinya sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, karena pada hakikatnya kekayaan itu bukanlah tergantung pada banyaknya harta melainkan sifat menerima yang dimilikinya. Sifat qana’ah akan membimbing sesorang kepada hal-hal yang perlu saja. Ia tidak akan hidup menghambur-hamburkan harta untuk hal yang tidak perlu.

Prinsip qona’ah menurut para sufi adalah merasa mulia jika dalam ketaatan, merasa hina jika dalam kemaksiatan, haibah (wibawa) dalam melakukan shalat di malam hari, hikmah di waktu perut sedang kosong dan merasa kaya dalam sikap qana’ah. Untuk aktualisasi qona’ah dalam kehidupan sehari diantaranya dapat berupa selalu ikhlas menerima kenyataan hidup meskipun dengan keadaan yang sederhana, tidak banyak berangan-angan dan berharap ynag melebihi batas kemampuan dan batas yang ada dan lan sebagainya.

B.       Saran

Kritik serta saran yang membangun dari para pembaca sangat diperlukan guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Ghazali. 2008. Mutiara Ihya’ Ulumuddin Cet 1. Terj. Irwan Kurniawan. Bandung: Penerbit Mizan.

Al-Kumayi, Sulaiman. 2004. Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym. Semarang: Pustaka Nuun.

Al-Qathani, Said bin Musfir. 2006. Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Jakarta:Darul Falah.

As-Sallum, Abdullah bin Fahd. 2006. Dahsyatnya Energi Iman yang Benar. Terj. Agus Hasan Bashori. Surabaya: La Raiba Bima Amanta.

Fadhullah, Husain, Muhammad. 1995. Islam dan Logika Kekuatan. Terj. Afif Muhammad dan H. Abdul Adhim. Bandung: Anggota IKAPI.

Fariz, Abu, Qadir, Abdul, Muhammad. 2005. Menyucikan JIwa. Jakarta: Gema Insani.

Hajjad, Fauji, Muhammad. 2011. Tasawuf Islam dan Akhlak. Terj. Kamran As’ad Irsyady dan Fakhrin Ghozali. Jakarta: Amzah.

Hamka. 1970. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Labib dan al-‘Aziz, Muhammad. 2000. Tashawwuf dan Jalan Hidup Para Wali. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Menyucikan JIwa, (Jakarta: Gema Insani, 2005). hlm. 242

[2] Muhammad Husain Fadhullah, Islam dan Logika Kekuatan, terj. Afif Muhammad dan H. Abdul Adhim, (Bandung: Anggota IKAPI, 1995), hlm. 57

[3] Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, (Semarang: Pustaka Nuun, 2004), hlm. 246

[4] Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin Cet 1, terj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Penerbit Mizan), 2008, hlm. 277

[5] Muhammad Fauki Hajjad, Tasawuf Islam dan Akhlak. terj. Kamran As’ad Irsyady dan Fakhrin Ghozali, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 338-339

[6] Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005, hlm 319

 

[7] Abdullah bin Fahd As-Sallum, Dahsyatnya Energi Iman yang Benar,Terjemah oleh Agus Hasan Bashori, (Surabaya: La Raiba Bima Amanta, 2006), hal. 98

[8] Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1970), hal. 200

[9] Said bin Musfir al-Qathani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, (Jakarta:Darul Falah, 2006), hlm. 509

[10] Muhammad Fauzi Hajjaj,  Tasawuf Islam dan akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 339

[11] Labib dan Moh. Al ‘Aziz, Tashawwuf dan Jalan Hidup Para Wali, Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2000, hlm 120

[12] Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005, hlm 320

 

0 comments:

Post a Comment