Tuesday 5 January 2021

L. Edwin Arwana: Makalah Biotik dan Abiotik Penyebab Stress pada Tumbuhan

Makalah Ekologi Tumbuhan

“FAKTOR ABIOTIK DAN BIOTIK PENYABAB

STRESS TUMBUHAN”







 

TADRIS IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

MATARAM

2020

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita kehadirat Allah SWT.atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Faktor Abiotik dan Biotik Penyebab Stress Tumbuhan bisa berjalan dengan lancar walaupun masih banyak kekurangan. Shalawat serta salam tidak lupa kita layangkan atas kehadiran Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. karena dengan bimbingan beliau kita dapat membedakan mana jalan yang baik dan mana jalan yang tidak baik.

            Makalah ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memperdalam mata kuliah Ekologi Tumbuhan dalam kegiatan dalam belajar. Selain itu, makalah ini diharapkan agar dapat menjadi bacaan para pembaca agar bisa menjadi acuan baik dalam pembuatan makalah maupun sebagai bahan ajar.

            Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu karena membimbing penulis dalam penulisan makalah dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam  pembuatan makalah ini penulis sekali lagi mengucapkan terimakasih. Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritk dan saran terhadap makalah ini yang bersifat membangun agar makalah selanjutnya bisa menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

 

 


 

 


 


 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tumbuhan sangat berguna bagi mahkluk hidup, dengan adanya tumbuhan kebutuhan mahkluk hidup secara tidak langsung dapat terpenuhi. Tumbuhan dalam tingkatan trofik berperansebagai produsen, karena mempunyai kemampuan untuk berfotosintesis menghasilkan klorofil.Dari produsen, dapat menghasilkan zat hijau daun yang berguna bagi konsmen, termasuk hewandan manusia. Dalam pertumbuhannya tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disebutfaktor pembatas, faktor ini terdapat pada ekosistem lingkungan dan habitat diamana makhluk hidup itu tinggal.

Secara umum terdapat tiga tipe ekosistem, yaitu ekositem air, ekosistem darat, danekosistem buatan. Ekosistem air atau aquatik ialah ekosistem yang lingkungan hidupeksternalnya dikuasai dan di ungguli oleh air tawar, yang merupakan habitat dari berbagaimakhluk hidup.

Ekologi merupakan suatu kajian tentang makhluk hidup di tempat tinggalnya atau habitatnya. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan merupakan komponen penting di dalamnya. Lingkungan merupakan keseluruhan faktor hidup (biotik) dan faktor tak hidup (abiotik) yang meliputi dua bagian : lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro adalah lingkungan yang cukup dekat dengan obyek yang dipengaruhi. Lingkungan mikro berbeda dengan lingkungan makro. Sebagai contoh, lingkungan mikro di bawah kanopi hutan berbeda dengan lingkungan makro di atasnya, seperti kelembaban, kecepatan angin,dll. Lingkungan mikro di bawah batu di padang pasir lain pula keadaannya. Baik lingkungan makro maupun lingkungan mikro sangat mempengaruhi keberadaan suatu spesies yang merupakan suatu unit ekologi.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Ekologi Tumbuhan?

2.      Apa saja faktor abiotik dan factor biotic yang penyebabkan stress tumbuhan?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui apa itu Ekologi Tumbuhan

2.     Untuk mengetahui faktor-faktor biotik dan abiotik penyebab stress pada tumbuhan



BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ekologi Tumbuhan

Ekologi tumbuhan mengandung dua pengertian, yaitu ekologi sebagai ilmu dan tumbuhan sebagai objek. Ekologi berasal dari kata oikos = rumah, dan logos = ilmu. Tumbuhan adalah organisme hidup eukariota multiseluler dari Kingdom Plantae, yang terdiri atas tumbuhan berbunga, Lycopodopsida, Gymnospermae, paku-pakuan, lumut, dan sejumlah alga hijau. Berdasarkan uraian tersebut, maka secara umum, ekologi tumbuhan diartikan sebagai kajian tentang hubungan timbal balik antara tumbuhan dan lingkungannya.[1]

B.     Faktor abiotik dan biotic penyebab stress tumbuhan

1.      Cahaya pada Tumbuhan

Radiasi matahari adalah faktor utama di antara faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tidak hanya sebagai sumber energi utama di bumi, sinar matahari juga merupakan faktor pengendali unsur iklim lainnya (suhu, kelembaban, curah hujan, dan angin). Ada tiga unsur radiasi matahari yang berpengaruh terhadap tanaman, yaitu: intensitas, kualitas, dan lama penyinaran. Ketiga unsur tersebut berbeda antar berbagai tempat di bumi.

a.       Intensitas Radiasi Matahari

2

Intensitas radiasi matahari adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas, dan per satuan waktu tertentu. Biasanya diukur dengan satuan kal/cm2/hari (Sugito, 2012). Lebih lanjut Sugito (2012) menyebutkan bahwa besarnya intensitas radiasi sinar matahari yang diterima tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya: 1) jarak antara matahari dan bumi (pagi hari berbeda dengan siang hari, puncak gunung berbeda dengan dataran rendah, subtropis berbeda dengan tropis); 2) musim, pada musim hujan jumlahnya lebih rendah dibandingkan musim kemarau; 3) letak geograis, misalnya pada daerah di lereng gunung sebelah utara dan selatan berbeda dengan daerah di lereng gunung sebelah barat dan timur.

Berdasarkan adaptasinya terhadap intensitas penyinaran, tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1)      Tumbuhan yang tumbuh baik dengan intensitas radiasi matahari penuh, disebut heliophytes/sun species/sun loving. Beberapa contoh di antaranya adalah tebu, padi, jagung, dan ubikayu.

2)      Tumbuhan yang tumbuh baik di bawah naungan dengan intensitas radiasi matahari rendah atau disebut sciophytes/shade species/shade loving. Beberapa contoh tanaman yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah kopi dan kakao. Kopi misalnya, akan tumbuh baik pada intensitas sekitar 30-50%, dan kakao sekitar 20% dari radiasi penuh (Anonim, 2006; Sugito, 2012). Oleh karena itu, kedua tanaman tersebut membutuhkan tanaman pelindung. Beberapa jenis tanaman pelindung yang sering digunakan untuk tanaman kopi menurut Craves (2006) misalnya Inga, Grevillea, Acacia, Erythrina, dan Gliricidia, dengan shade cover 60-90%

Intensitas radiasi yang terlalu ekstrem (terlalu tinggi, ataupun terlalu rendah) berdampak sangat nyata, baik terhadap sifat morfologis maupun sifat isiologis tumbuhan. Sugito (2012) menyebutkan bahwa jika tanaman mendapatkan intensitas radiasi matahari rendah, akan terlihat lebih subur, karena daun-daunnya rimbun, padahal sebenarnya tanaman tersebut lemah (terbukti kualitas hasil panennya rendah). Begitu juga jika intensitasnya terlalu tinggi, pertumbuhannya terhambat, batangnya pendek, dan daunnya kecil-kecil. Hasil panen per hektar biasanya rendah, tetapi kandungan nutrisi dalam hasil panen tinggi.

b.      Kualitas Radiasi Matahari

3

Kualitas radiasi matahari diartikan sebagai proporsi panjang gelombang yang diterima pada suatu tempat dan waktu tertentu (Sugito, 2012). Umumnya tumbuhan teradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron, disebut cahaya tampak (visible light) atau PAR (photosynthetic active radiation) (Gambar 3.10). Ultraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Kloroil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru, dengan demikian panjang gelombang itulah merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis (Anonim, 2006)

Distribusi spektrum dari sinar matahari yang diterima tanaman berbeda-beda, tergantung pada sudut datang matahari (jarak matahari dan bumi), dan letak daun pada tajuk. Semakin kecil sudut datang sinar matahari berarti semakin panjang perjalanan radiasi tersebut, sehingga semakin banyak yang diubah menjadi gelombang panjang (sinar merah), karena adanya partikel-partikel di atmosfer. Contoh, di daerah pegunungan lebih banyak gelombang pendek (ultraviolet) dari pada di dataran rendah. Begitu juga dalam suatu tajuk tanaman, semakin ke bawah semakin banyak yang diubah menjadi gelombang panjang, sebagai akibat dari pancaran dan transmisi radiasi oleh daun (Sugito, 2012)

4

Kualitas radiasi matahari berpengaruh terhadap sifat morfogenetik tanaman, seperti: inisiasi bunga, perkecambahan benih, perpanjangan ruas (inter node) batang, dan pembentukan pigmen (Sugito, 2012). Salah satu pengaruh kualitas radiasi matahari terhadap tanaman yang mudah diamati adalah pada perpanjangan ruas batang, terutama di daerah-daerah pegunungan, yang biasanya memiliki ruang batang yang lebih pendek. Hal ini terjadi karena pada umumnya gelombang-gelombang pendek dari radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Dengan demikian pengaruh ultraviolet ini akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi. Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakterisktik tumbuhan di daerah pegunungan, hal ini merupakan hasil penyinaran ultraviolet dan menghambat untuk terjadinya batang yang panjang.[2]

2.      Suhu pada Tumbuhan

Pengertian suhu mencakup dua aspek, yaitu: derajat dan insolasi. Suhu adalah derajat panas atau dingin suatu benda yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Sumber panas di bumi adalah dari matahari. Insolasi menunjukkan energi panas dari matahari dengan satuan gram/kalori/cm2/jam, mirip dengan pengertian intensitas pada radiasi matahari. Letak lintang, tinggi tempat, musim, dan angin, serta vegetasi, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah insolasi atau suhu suatu daerah.

5

Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas kisaran suhu antar 00C sampai 300C. Dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas metabolismenya, ketiganya disebut suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, salah satunya dipengaruhi oleh habitat tumbuhnya. Untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 15 – 180C. Sebaliknya konifer di daerah temperat masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah minus 300C

Suhu dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuhan. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor yang lain, terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air tumbuhan.15 Suhu yang bersifat merusak tanaman adalah suhu yang ekstrem, yaitu yang terlalu tinggi, dan suhu yang terlalu rendah. Kedua aras suhu tersebut, tidak saja menghambat pertumbuhan tanaman, tetapi juga mematikan tanaman. Hal ini terjadi, karena proses isiologis tanaman akan terhambat akibat menurunnya aktivitas enzim (enzim terdegradasi).

6

Kondisi suhu yang tinggi biasanya berkaitan dengan kekurangan air, dan pelayuan, padahal untuk mendinginkan suhu tubuhnya, tanaman melakukan transpirasi (melepaskan air dari tubuhnya). Namun, karena pasokan air tidak cukup untuk melakukan transpirasi (musim kemarau, atau di lingkungan tumbuh yang ekstrem), maka kebutuhan air bagi tanaman tidak cukup untuk melakukan proses pendinginan tersebut. Akibatnya, pada suhu tinggi, tumbuhan akan mengalami kerusakan karena enzimnya menjadi tidak aktif dan metabolismenya rendah.

Suhu tinggi (di atas optimum) akan merusak tanaman dengan mengacau arus respirasi dan absorpsi air. Meningkatnya suhu udara akan diikuti oleh meningkatnya laju transpirasi, karena penurunan deisit tekanan uap dari udara yang hangat dan suhu daun tinggi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan uap air padanya. Kelayuan akan terjadi apabila laju absorpsi air terbatas karena kurangnya air atau kerusakan sistem vaskuler atau sistem perakaran. Tingkat kerusakan akibat suhu tinggi, lebih besar pada jaringan yang lebih muda, karena terjadi denaturasi protoplasma oleh dehidrasi16 .

Pada saat pembentukan sel generatif, suhu tinggi mengakibatkan rusaknya sistem pembelahan mitosis yang berlangsung dengan cytokinesis. Hal ini terlihat dengan adanya kegagalan pembentukan biji, karena pollen grain yang terbentuk steril. Pada suhu 45oC akan mengganggu aktivitas enzim, di antaranya enzim proteinase dan enzim peptidase. Enzim proteinase berfungsi untuk merombak protein menjadi lipids, sedangkan enzim peptidase merombak peptids menjadi asam amino. Oleh karena itu, tidak berkecambahnya biji (terutama kedelai dan jagung) pada suhu tinggi karena kegagalan metabolisme biji yang disebabkan oleh kekurangan bahan dasar yakni asam amino17 .

7

Suhu yang terlalu dingin juga tidak dikehendaki oleh tumbuhan. Kebanyakan tumbuhan berhenti pertumbuhannya pada suhu di bawah 60C. Penurunan suhu di bawah suhu ini akan menimbulkan kerusakan yang cukup berat. Menurut Anonim (2006) kerusakan terjadi karena protein akan menggumpal pada larutan di luar cairan sel mengakibatkan ketidakatifan enzim. Bila suhu mencapai titik beku, akan terbentuk kristal es di antara ruang sel dan air akan terisap keluar dari sel maka akan terjadi dehidrasi. Apabila pembekuan terjadi secara cepat maka akan terbentuk kristal-kristal es dalam cairan sel yang ternyata volumenya akan lebih besar dari ukuran sel tersebut. Akibatnya sel rusak dan mati karena kebocoran dinding selnya. Hasilnya akan terjadi daerah yang berwarna coklat pada tumbuhan, sebagai karakteristik dari kerusakan akibat pembekuan atau frost. Suhu yang rendah juga akan berperan secara tidak langsung, karena menghambat fungsi dari tumbuhan. Akar menjadi kurang permeabel sehingga tidak mampu menyerap air. Hal ini menimbulkan apa yang disebut sebagai kekeringan isiologis, terjadi pada situasi air yang relatif cukup tetapi tidak mampu diserap akar akibat suhu yang terlalu dingin. Situasi ini sering terjadi di daerah tundra. Ada beberapa terminologi untuk kerusakan tanaman sebagai akibat suhu rendah (Sunu & Wartoyo, 2006; Sugito, 2012), antara lain:

a.       Sufokasi (suffocation): adalah lambatnya pertumbuhan tanaman karena permukaan tanah tertutup lapisan salju, misalnya kekurangan oksigen dalam tanah.

b.      Desikasi (desiccation): disebut dengan istilah kekeringan isiologis, bukan karena tidak ada air di dalam tanah, melainkan absorpsi air oleh akar terhambat karena berkurangnya permeabilitas selaput akar atau karena naiknya viskositas air dalam tanah dan bahkan membeku.

c.       Heaving: adalah kerusakan tanaman karena hubungan akar dan bagian atas tanaman terputus disebabkan adanya kristal es pada permukaan tanah.

d.      Chilling: adalah kerusakan akibat suhu rendah di atas titik beku (± 40C). Gejalanya adalah adanya garis-garis khlorosis pada daun, misalnya pada tebu, sorghum dan jagung.

e.       Freezing Injury: adalah pembekuan dalam jaringan tanaman yang berupa kristal es di dalam atau di antara sel sehingga tanaman rusak secara mekanis, akibatnya bagian tanaman atau seluruh tanaman mati.[3]

3.      Oksigen pada Tumbuhan

8

Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air bisa mengalami kekurangan oksigen karena tanah kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen untk respirasi seluler akar (Campbell, 2003). Keadaan lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa O2 disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi) (Staff Lab Ilmu Tanaman, 2008). Beberapa tumbuhan secara structural diadaptasikan ke habitat yang sangat basah. Sebagai contoh, akar pohon bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir pantai, adalah sinambungan dengan akar udara yang menyediakan akses ke oksigen (Campbell, 2003).

4.      Air pada Tumbuhan

Air adalah senyawa kimia yang terdiri atas dua atom hidrogen yang berikatan dengan satu atom oksigen (H2O). Namun, sesungguhnya jawaban tentang air lebih dari itu, sebab air adalah substansi yang unik, karena dapat berada dalam tiga wujud: cair, padat, dan gas. Sebagai cairan, wujudnya jelas, tidak berwarna dan tidak berbau. Dalam keadaan seperti itu, zat tersebut dapat mengalir bebas tanpa bentuk yang tetap; membeku pada 0°C (32°F) dan mendidih pada 100°C (212°F). Berbagai fungsi air bagi tanaman, antara lain: mempertahankan turgiditas sel untuk struktur dan pertumbuhan; mengangkut nutrisi dan senyawa organik ke seluruh bagian tanaman; penyusun protoplasma; sebagai bahan baku untuk berbagai proses kimia, termasuk fotosintesis dan transpirasi, dan menyangga suhu tanaman terhadap suhu udara yang luktuatif (The Pennsylvania State University, 2003)

Berdasarkan ketersediaan air yang dimilikinya, tipe habitat tumbuh-tumbuhan di alam dibagi menjadi tiga, yaitu xeric, mesic, dan hydric. Oleh karena itu, tumbuh-tumbuhan yang dapat hidup di habitat tersebut juga dikelompokkan menjadi tiga secara berturut-turut, yaitu xerophytes, mesophytes, dan hydrophytes.

9

Xerophytes meliputi sejumlah spesies tumbuhan yang mampu beradaptasi di habitat yang pasokan airnya sangat kurang, misalnya di daerah padang pasir, dan bukit pasir. Kelompok tumbuhtumbuhan ini melakukan berbagai modiikasi agar dapat hidup di habitatnya, misalnya: 1) modiikasi akar, dengan menghasilkan akar tunggang yang panjang agar dapat menjangkau air tanah yang jauh di dalam, misalnya pada Alhagi sp. (Fabaceae), 2) modiikasi daun, untuk mengurangi transpirasi atau sebagai penyimpan air, misalnya: menguramgi ukuran daun, pada Acacia dan Prosopis; epidermis daun ditutupi oleh rambut-rambut halus contohnya pada Calotropis, multiple epidermis dan sunken stomata pada Nerium; daun berbentuk duri pada Opuntia dan Euphorbia; 3) modiikasi batang, menjadi tebal dan berdaging untuk penyimpan air, serta epidermisnya ditutupi lapisan lilin untuk mengurangi kehilangan air pada Opuntia

 Mesophytes adalah jenis tumbuhan yang mendiami habitat dengan kondisi air, suhu, dan kelembaban rata-rata (moderat). Mereka memiliki karakteristik moderat, yaitu sifat antara Xerophytes dan Hydrophytes. Ciri-ciri umumnya adalah: sistem perakarannya berkembang baik (dengan akar tunggang pada dikotil dan akar serabut pada monokotil), batangnya kokoh dan bercabang, daunnya berkloroil dan dilapisi kutikula serta memiliki stomata. Contohnya adalah sebagian dari tanaman liar, dan tanaman budidaya (mangga, jagung, tomat, gandum, dan lainnya).

Hydrophytes adalah kelompok tumbuh-tumbuhan yang hidup di tempat yang sangat basah. Mereka dapat mengambang, berakar dan mengambang, atau terendam di berbagai kedalaman air. Beberapa bentuk adaptasi yang dilakukannya, antara lain: 1) sistem akar, kurang berkembang misalnya Eichhornia, atau tidak berkembang seperti pada Ceratophyllum; 2) batang, mengalami reduksi pada Lemna (duckweed), atau mungkin panjang, ramping, leksibel dan kenyal seperti pada Nelumbo (lotus). Berbentuk spons, dengan ruang udara besar agar dapat mengapung; 3) daun, tipis dan halus seperti pada Hydrilla, atau berbentuk pita seperti Vallisneria. Pada Nelumbo daunnya besar dan datar dengan permukaan atas dilapisi lilin. Pada tanaman yang mengambang, stomata hanya ditemukan di permukaan atas.[4]

5.      Tekanan Osmotik pada Tanaman

10

Penyesuaian osmotik diketahui sebagai suatu komponen efektif pada resistensi terhadap kekeringan di beberapa tanaman (Kramer & Boyer 1995). Penyesuaian osmotik meliputi akumulasi bersih dari larutan dalam sel sebagai respon terhadap perubahan potensial air dari lingkungan sel. Sebagai konsekuensi dari akumulasi ini, potensial osmotik sel lebih rendah dan cenderung untuk menjaga tekanan turgor (Babu et al. 1999). Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan fisiologi sebagai bentuk adaptasinya. Salah satu bentuk adaptasi tersebut adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan tekanan turgor. Metabolisme yang terjadi pada saat tanaman mengalami stress kekeringan menyebabkan perubahan pada konstituen kimiawi selular. Proline bebas sering terakumulasi selama tanaman mengalami kekeringan (Aspinall & Paleg 1981).

Penyesuaian osmotik untuk pemeliharaan turgor sel saat potensial air jaringan lebih rendah dilakukan tanaman saat kelembaban tanah berkurang. Osmolit terakumulasi selama terjadi kekurangan air dan berperan membantu menstabilisai struktur protein tersier pada dehidrasi sel-sel. Tingkatan organisme dari bakteri sampai jagung, menunjukkan korelasi yang kuat antara kenaikan tingkat proline seluler dan kelangsungan hidup pada kondisi kekurangan air dan salinitas tinggi. Beberapa bukti posistif yang berasosiasi antara penyesuaian osmotik dengan produksi biomassa atau hasil dibawah cekaman kekeringan pada gandum msorgum.

6.      Logam berat pada Tumbuhan

Logam berat yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan akan mengalami berbagai proses sebagai respon tumbuhan untuk menanggulangi materi toksis didalam tubunya. Mekanisme penanggulangan yang mungkin terjadi adalah lokalisasi, eksresi, dilusi, untuk melemahkan efek toksik logam berat melalui pengenceran, dan inaktivi secara kimia. Jenis yang mampu bertahan terhadap kondisi lingkungan tertentu akan mendominasi kawasannya seperti pohon api-api dan pohon mangrove, hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis pohon ini merupakan jenis yang paling adaptif dengan kondisi perairan perairan Muara Angke yang membawa banyak endapan dari sungai, yang mengandung logam berat.

Kandungan yang tinggi di dalam tubuh kedua jenis pohon ini menunjukkan kamampuannya dalam mengakumulasi logam berat dari lingkungannya, sehingga keberadaannya dapat meredam luapan logam diperairan. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan terhadap kawasan mangrove.[5]

11

 


7.      Xenobiotik (herbisida, termasuk didalamnya pengaruh polusi udara)

Pergerakan udara atau angin adalah karena adanya tekanan gradien pada skala global atau lokal yang disebabkan oleh perbedaan dalam pemanasan. Pada skala global terdiri dari aliran aliran yang berputar dan pergerakan besar massa udara. Pada skala lokal hanya kuantitas yang lebih kecil dari udara bergerak. Angin permukaan lebih rendah dan kurang bergolak di malam hari karena tidak adanya pemanasan matahari.

Angin moderat mendukung pertukaran gas, tetapi angin kencang dapat menyebabkan kehilangan air melalui transpirasi yang berlebihan dan menumbangkan tanaman. Jika laju transpirasi melebihi penyerapan air, maka stomata akan menutup sehingga akan membatasi difusi karbon dioksida ke dalam daun. Akibatnya, laju fotosintesis, pertumbuhan dan hasil akan menurun.[6]

12

 


8.      Herbivore, infeksi tanaman dan allelopathy

Herbivori merupakan proses pemangsaan (predasi) tumbuh tumbuhan oleh hewan (Hadisubroto, 1990). Dalam proses tersebut, hewan dapat memakan sebagian atau seluruh bagian tanaman, sehingga dampaknya tidak saja merusak tetapi juga menghabiskan seluruhnya. Beberapa jenis hewan hanya memilih bagian tertentu dari tumbuhan untuk dimakan. Berdasarkan bagian tumbuhan yang dimakan, herbivori dikelompokkan sebagai berikut: granivorespemakan biji-bijian/grain eaters (beberapa hewan pengerat/ rodents), graminivores-pemakan rumput/grass eaters (misalnya zebra), frugavores-pemakan buah/fruit eaters (misalnya kelelawar), foliovores-pemakan daun/leaf eaters (misalnya koala), nectivoresnectar eaters (misalnya burung kolibri/hummingbirds), palynivorepemakan pollen/pollen eaters (misalnya serangga) (Nelson, 2015).

13

13

Dalam menghadapi pemangsaan oleh hewan, tumbuh tumbuhan akan mengembangkan strategi pertahanan diri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan adaptasi struktural (baik isik maupun kimia). Pertahanan isik adalah sistem eksternal yang dimiliki oleh tumbuhan untuk mempertahankan diri dari pemangsaan herbivor. Beberapa bentuk adaptasi tersebut, diantaranya: 1) adanya duri pada tanaman sehingga menghalanginya untuk dimakan oleh hewan. Contohnya pada Lantana (Lantana camara L.), mawar, akasia, dan punggung daun kaktus, 2) rambut-rambut halus (trichom) di permukaan atas daun dan polong, misalnya pada daun muda dan polong tanaman kedelai dapat menghalangi stylet serangga sehingga menekan kerusakan yang disebabkan oleh penghisap polong kedelai (Riptortus linearis). Pertahanan kimia adalah zat kimia yang dimiliki/dikeluarkan oleh tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan diri dari pemangsaan herbivor dalam bentuk metabolit sekunder. Beberapa contoh diantaranya adalah kandungan HCN pada umbi gadung (Dioscorea hispida Denust.), dan nikotin pada tembakau (Hasanah et al., 2012).

Alelopati merupakan mekanisme interaksi langsung atau tidak langsung antara tumbuhan sebagai donor dengan tumbuhan lainnya atau mikroorganisme sebagai target, melalui produksi dan pelepasan metabolit sekunder yang disebut alelokimia. Meskipun interaksi alelopati mencakup penghambatan maupun stimulus pertumbuhan, namun sebagian besar pengamatan menunjukkan alelopati berpengaruh menghambat terhadap organisme target (Narwal & Sampietro, 2009). Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan donor tersebut secara alami berperan dalam adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mekanisme pertahanan terhadap cekaman (Edreva et al. 2008). Semua metabolit sekunder pada umumnya menunjukkan aktivitas alelokemik, tetapi fenolik dan terpenoid merupakan dua kelompok senyawa utama yang terlibat dalam alelopati. Fenol dihasilkan tumbuhan dalam jumlah yang berlimpah dan yang terutama berperan sebagai alelokimia (Narwal & Sampietro, 2009).S[7]

 

 

 

 

14

 


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari hasil diskusi kelompok dapat disimpulkan Intensitas radiasi yang terlalu ekstrem (terlalu tinggi, ataupun terlalu rendah) berdampak sangat nyata, baik terhadap sifat morfologis maupun sifat isiologis tumbuhan. Suhu tinggi (di atas optimum) akan merusak tanaman dengan mengacau arus respirasi dan absorpsi air. Meningkatnya suhu udara akan diikuti oleh meningkatnya laju transpirasi, karena penurunan deisit tekanan uap dari udara yang hangat dan suhu daun tinggi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan uap air padanya. Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air bisa mengalami kekurangan oksigen karena tanah kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen untk respirasi seluler akar. Air adalah senyawa kimia yang terdiri atas dua atom hidrogen yang berikatan dengan satu atom oksigen (H2O).

Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan berusaha untuk melakukan perubahan-perubahan fisiologi sebagai bentuk adaptasinya. Salah satu bentuk adaptasi tersebut adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan tekanan turgor. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan akan mengalami berbagai proses sebagai respon tumbuhan untuk menanggulangi materi toksis didalam tubunya. Mekanisme penanggulangan yang mungkin terjadi adalah lokalisasi, eksresi, dilusi, untuk melemahkan efek toksik logam berat melalui pengenceran, dan inaktivi secara kimia. Pergerakan udara atau angin adalah karena adanya tekanan gradien pada skala global atau lokal yang disebabkan oleh perbedaan dalam pemanasan.

Herbivori merupakan proses pemangsaan (predasi) tumbuh tumbuhan oleh hewan. Dalam proses tersebut, hewan dapat memakan sebagian atau seluruh bagian tanaman, sehingga dampaknya tidak saja merusak tetapi juga menghabiskan seluruhnya. Alelopati merupakan mekanisme interaksi langsung atau tidak langsung antara tumbuhan sebagai donor dengan tumbuhan lainnya atau mikroorganisme sebagai target, melalui produksi dan pelepasan metabolit sekunder yang disebut alelokimia. Meskipun interaksi alelopati mencakup penghambatan maupun stimulus pertumbuhan, namun sebagian besar pengamatan menunjukkan alelopati berpengaruh menghambat terhadap organisme target.

15

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Campbell,at al.2003.Biologi Jilid 2.Jakarta:Erlangga

Handayani Titin.2006. Bioakumulasi Logam Berat Dalam Mangrove Rhizophora mucronta dan Avicennia marina Di Muara Angke Jakarta. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. (7):3.28 September 2020

Jayadi, ME.2015. Ekologi Tumbuhan.Mataram: Institut Agama Islam Negri (IAIN) Mataram



[1] Jayadi, ME.(2015). Ekologi Tumbuhan, (Mataram: IAIN Mataram).Hlm.2

[2] Jayadi, ME.(2015). Ekologi Tumbuhan,(Mataram:IAIN Mataram) Hlm.31-35

[3] Jayadi, ME.(2015).Ekologi Tumbuhan,(Mataram:IAIN Mataram) Hlm.37-41

[4] Jayadi, ME.(2015).Ekologi Tumbuhan,(Mataram:IAIN Mataram) Hlm.25-27

[5] Handayani Titin.(2006).BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronta dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA.Vol 7. No 3. Hlm269

[6] Jayadi, ME.(2015). Ekologi Tumbuhan,(Mataram:IAIN Mataram) Hlm.48-49

[7] Jayadi, ME.(2015). Ekologi Tumbuhan,(Mataram:IAIN Mataram) Hlm.57-58 

0 comments:

Post a Comment