Tugas Ekologi Hewan
“KECERDASAN DAN KOMUNIKASI HEWAN”
Dosen
Pengampu: Dr. M. Harja Efendi, M. Pd.
JURUSAN PRODI IPA BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2021
Kecerdasan dan Komunikasi Hewan
A.
Kecerdasan Hewan
(Gambar 1.1. Atraksi Gajah di
Suatu Kebun Binatang)
Kecerdasan hewan atau kognitif hewan adalah nama yang diberikan dalam mempelajari kapasitas mental hewan. Ilmu ini telah dikembangkan dari psikologi komparatif,
termasuk studi tentang pengkondisian dan pembelajaran hewan, tetapi juga telah
sangat dipengaruhi oleh penelitian dalam bidang etologi, ekologi perilaku, dan psikologi evolusioner.
Nama alternatif yang sering digunakan adalah kognitif etologi.
Etologi adalah suatu cabang ilmu zoology yang
mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme, serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Ilmu yang mempelajari perilaku atau karakter hewan
tersebut digunakan di dalam pendekatan ilmu psikologi perkembangan.
Perilaku
hewan merupakan wujud dari kecerdasan, dalam hal ini adalah kecerdasan
hewan. Beberapa dari kita mungkin pernah melihat perilaku hewan yang membuat
kita menyimpulkan bahwa hewan memiliki kemampuan untuk berpikir seperti halnya
manusia meskipun dalam kapasitas yang terbatas. Perilaku hewan yang muncul
akibat respon terhadap stimulus yang datang menggambarkan bahwa hewan-hewan
memiliki kemampuan berpikir walaupun sangat terbatas, kemampuan inilah yang disebut kecerdasan hewan. Mengamati seekor
hewan dalam menyelesaikan suatu permasalahan (memberikan respon terhadap
stimulus) membuat kita menyadari bahwa sistem sarafnya memiliki suatu kemampuan
yang cukup untuk mengolah informasi.
B. Latar Belakang Penelitian Kecerdasan Hewan
Perilaku
hewan telah memikat imajinasi manusia dari zaman dahulu, dan selama
berabad-abad banyak penulis telah berspekulasi tentang apakah hewan memiliki
pikiran atau tidak, seperti yang ditulis oleh Descartes.
Spekulasi tentang kecerdasan hewan secara bertahap membawa terhadap penelitian
ilmiah setelah Darwin menempatkan
manusia dan hewan pada sebuah kontinum, meskipun pendekatan Darwin sebagian
besar anekdot dengan topik yang tidak akan dianggap cukup ilmiah di kemudian
hari. Tidak puas dengan metode anekdot dari Darwin dan anak didiknya
Romanes, E. L. Thorndike membawa
perilaku hewan ke laboratorium untuk
pemeriksaan yang lebih obyektif. Dengan cermat Thorndike mengamati kucing,
anjing dan ayam dalam usaha melepaskan diri dari kotak teka-teki yang membuat
dia menyimpulkan bahwa perilaku cerdas dapat bertambah dengan adanya asosiasi
sederhana untuk itu inferensi untuk alasan hewan, wawasan, atau kesadaran
adalah tidak diperlukan dan menyesatkan.
C. Hewan-Hewan dengan Tingkat Kecerdasan yang Tinggi
Berikut merupakan 5 hewan dengan
tingkat kecerdasan yang tinggi:
1.
Simpanse
Primata besar memang hewan yang memiliki kecerdasan tinggi, namun
yang tertinggi di antara primata tersebut adalah simpanse. Simpanse kemampuan
dalam menggunakan alat-alat sederhana seperti menggunakan ranting untuk
memancing semut dari sarangnya. Sebab,mereka tahu semut bisa menggigit kalau
dipegang langsung. Selain itu, mereka juga bisa menggunakan batu untuk membuka
kulit kacang yang keras.
2.
Lumba-Lumba
Sebagaimana seperti simpanse, lumba-lumba juga bisa menggunakan
alat. Untuk mencegah moncongnya terluka, seekor lumba-lumba menggunakan spons
untuk menutupi mulutnya dan cara menggunakan spons tersebut ia ajarkan kepada
anaknya. Lumba-lumba juga memiliki kemampuan untuk mengenali simbol dan mampu
memecahkan masalah dengan baik. Kemampuan mengenali bayangan dirinya di dalam
cermin juga menunjukkan bahwa lumba-lumba memiliki kecerdasan tinggi.
3.
Gajah
Salah
satu bukti kecerdasan gajah terekam oleh National Geographic di Kenya
pada tahun 2013. Beberapa ekor gajah ditemukan sedang berduka karena kematian
pemimpin mereka, seekor gajah betina yang sudah tua. Mereka hanya berdiam diri
dan mengelilingi mayat gajah betina itu, hal yang tidak biasa karena gajah
biasanya selalu aktif bergerak. Gajah juga terkenal tidak pernah lupa. Mereka
bisa mengingat wajah orang dalam waktu lama, termasuk orang-orang yang
menyakitinya. Tidak hanya ingat, gajah juga bisa membalas dendam.
4. Gurita
Gurita
tidak memiliki senjata pada tubuhnya untuk mempertahankan diri, kecuali tinta.
Akan tetapi, gurita memiliki kemampuan luar biasa untuk menipu lawan dengan
berpura-pura menjadi hewan laut yang menyeramkan. Gurita juga memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalah dan belajar dari gurita lain untuk
memecahkan masalah.
5. Burung Gagak
Sama seperti lumba-lumba dan simpanse, gagak juga bisa menggunakan
alat dan memiliki kecerdasan yang cukup untuk menyelesaikan masalah. Terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan seekor burung gagak
mencoba mengambil makanan dari dalam tabung yang berisi air. Untuk mengambil
makanan dari tabung yang dalam tersebut, gagak itu menjatuhkan batu ke dalamnya
sehingga volume air naik dan ia bisa dengan mudah mengambil makanan dari dalam
tabung.
D. Komunikasi Hewan
(Gambar 1.2. Komunikasi Manusia dengan Hewan)
Komunikasi
hewan adalah semua perpindahan informasi
pada bagian dari salah satu hewan yang
memiliki efek pada perilaku sekarang atau masa depan dari hewan lainnya. Kajian
mengenai komunikasi hewan—terkadang disebut zoosemiotik (didefinisikan sebagai ilmu komunikasi sinyal atau
semiosis pada hewan; dibedakan dengan antroposemiotik,
ilmu komunikasi manusia) -- telah memainkan peranan penting dalam metodologi
dari etologi, sosiobiologi,
dan ilmu kognisi hewan.
Komunikasi diperlukan karena juga berperan dalam
berbagai aktifitas kehidupan seperti mencari makan ataupun rutinitas lainnya.
Hewan, seperti halnya manusia juga berkomunikasi dengan sesamanya dalam
menjalani kehidupannya. Komunikasi hewan lebih sering ditemukan dengan
menggunakan suatu sinyal kompleks yang memuat berbagai informasi didalamnya.
Hewan berkomunikasi dengan lainnya dalam
menyampaikan informasi yang dapat berupa informasi tentang letak makanan,
kondisi lingkungan ataupun tanda bahaya akan predator atau perubahan lingkungan
sekitar. Setiap hewan memiliki kelebihan tersendiri dalam hal komunikasi dengan
sesamanya. Kelebihan tersebut merupakan modifikasi yang ada pada tubuh setiap
hewan dalam menghadapi lingkungannya. Hewan berevolusi dengan variasi dengan
tingkat spesifik yang tinggi. Dengan hasil perubahan tersebut, hewan memilki
cara komunikasi dengan cara komunikasi suara dan komunikasi visual.
E. Bentuk Komunikasi Hewan
1.
Visual
a)
Gerak Isyarat. Bentuk komunikasi
terbaik yang diketahui mengikutkan menampilkan bagian tubuh khusus, atau
pergerakan tubuh tertentu; terkadang hal ini terjadi dengan kombinasi, sehingga
sebuah aksi pergerakan tertentu untuk memperlihatkan atau menekankan suatu
bagian tubuh tertentu. Sebagai contohnya, presentasi dari paruh induk camar herring memberikan
sinyal memberi makanan kepada anak-anaknya.
b)
Ekspresi Wajah. Isyarat wajah memainkan peran peting dalam komunikasi
hewan. Anjing sebagai contohnya mengekspresikan marah lewat menyeringai dan
memperlihatkan giginya. Saat cemas telinga mereka akan tegak. Saat takut seekor
anjing akan menarik telinga mereka ke belakang, memperlihatkan sedikit gigi dan
menyipitkan matanya. Jeffrey Mogil mempelajari ekspresi wajah tikus dengan
menaikan tingkat kesakitan. Didapatkan lima ekspresi wajah yang dapat dikenali
dari percobaan tersebut; pengencangan orbital, mengembangnya hidung dan dagu,
dan perubahan pada pembawaan telinga dan kumis.
c)
Tatapan Mengikuti. Koordinasi di antara hewan-hewan sosial dibantu
dengan memonitor orientasi kepala dan mata satu sama lain. Telah lama diketahui
dalam penelitian perkembangan manusia sebagai suatu komponen penting dari
komunikasi, baru-baru ini mulai lebih banyak atensi pada kemampuan hewan untuk
mengikuti tatapan dari hewan lain yang berinteraksi dengan mereka, baik itu
anggota dari spesies mereka sendiri atau manusia. Penelitian telah dilakukan
pada kera, monyet, anjing, burung, dan kura-kura, dan berfokus pada dua kerja
berbeda: "menatap mengikuti yang lain menjarak menjauh" dan
"menatap mengikuti yang lain secara geometris di sekitar penghalang pandangan
misalnya dengan mengubah posisi mereka sendiri untuk mengikuti yang
diperhatikan saat pandangan mereka ditutup oleh suatu penghalang".
Kemampuan pertama telah ditemukan di antara sejumlah besar hewan, sementara
yang kedua yang didemonstrasikan oleh kera, anjing (dan serigala), dan corvid (gagak),
dan percobaan untuk mendemonstrasikan "tatapan mengikuti geometris"
pada marmoset dan ibis memberikan hasil
negatif. Para peneliti belum memiliki gambaran jelas tentang dasar kognitif
dari kemampuan mengikuti tatapan, namun bukti perkembangan mengindikasikan
bahwa mengikuti tatapan "sederhana" dan mengikuti tatapan
"geometris" kemungkinan bergantung pada fondasi kognitif yang
berbeda.
d)
Tontonan Visual Aktif. Beberapa cephalopod,
seperti oktopus dan cumi,
memiliki sel kulit khusus (chromatophores)
yang bisa mengubah warna, opasitas, dan refleksi kulit mereka. Selain digunakan
sebagai kamuflase, perubahan cepat pada warna kulit juga
digunakan saat berburu dan pada ritual perkawinan. Perubahan
warna pada cumi bisa secara khusus mengindikasi bahwa mereka mampu mengkomunikasikan
dua sinyal yang berbeda secara bersamaan dari dua sisi tubuh mereka yang
berlawanan. Saat cumi jantan mengawini betina pada saat adanya jantan yang
lain, dia memperlihatkan dua sisi berbeda: pola jantan menghadap ke betina, dan
pola betina menghadap ke arah sebaliknya, untuk menipu pejantan lainnya.
e) Tontonan Visual Pasif. Banyak hewan mengkomunikasikan
informasi tentang diri mereka tanpa perlu mengubah perilaku mereka. Sebagai
contohnya, dimorfisme seksual pada
ukuran atau pelage mengkomunikasikan jenis seks dari hewan. Sinyal pasif
lainnya bisa siklis secara alami. Sebagai contohnya, pada babun olive,
permulaan dari ovulasi pada betina adalah suatu sinyal bagi pejantan bahwa dia
siap untuk dikawinkan. Selama ovulasi, wilayah kulit pada anogenital (dubur
kelamin) betina membesar dan berwarna merah/merah jambu cerah.
f)
Komunikasi Bioluminesensi. Cara
komunikasi dengan menghasilkan cahaya terjadi umumnya pada vertebrata dan
invertebrata laut, biasanya di kedalaman (misalnya ikan pemancing).
Dua bentuk terkenal dari bioluminesensi darat adalah Kunang-kunang dan Cacing kilau.
Serangga lainnya, larva serangga, annelid, arachnid dan bahkan spesies jamur memiliki kemampuan
bioluminesensi. Beberapa hewan bioluminesensi menghasilkan cahaya dari diri
sendiri sementara yang lainnya memiliki hubungan simbiotik dengan
bakteri bioluminesensi.
2.
Suara
Kebanyakan hewan berkomunikasi lewat
vokalisasi. Komunikasi lewat vokalisasi adalah esensial bagi banyak pekerjaan
termasuk ritual-ritual perkawinan, teriakan peringatan, menyampaikan lokasi
dari sumber makanan, dan pembelajaran sosial. Teriakan kawin jantan digunakan
untuk memberikan sinyal pada betina dan untuk mengalahkan saingan pada spesies
seperti kelelawar kepala-palu, rusa merah, paus humpback dan gajah segel.
3.
Penciuman
Banyak
mamalia, secara khusus, memiliki kelenjar yang menghasilkan bau yang berbeda
dan tahan-lama, dan memiliki perilaku yang berhubungan dengan meninggalkan bau
tersebut pada tempat-tempat yang telah mereka singgahi. Terkadang subtansi bau
diperkenalkan lewat air kencing atau tinja.
Terkadang ia didistribusikan lewat keringat, walau ini tidak meninggalkan tanda
semi-permanen seperti halnya bau yang di simpan permukaan dasar. Beberapa hewan
memiliki kelenjar pada tubuh mereka yang fungsi keseluruhannya tampak untuk
menyimpan tanda-tanda bau: sebagai contohnya Gerbil mongolian memiliki
sebuah kelenjar bau di perut mereka, dan sebuah karakteristik aksi
menggosok-gosokan ventral yang menyimpan bau dari situ. Semut-semut menggunakan
feromon untuk membuat bau jejak ke makanan sebagaimana halnya untuk peringatan,
atraksi perkawinan dan untuk membedakan antar koloni. Sebagai tambahan, mereka
memiliki feromon yang digunakan untuk membingungkan musuh dan memanipulasi
mereka sehingga berkelahi satu sama lain.
4.
Listrik
Suatu
bentuk komunikasi hewan yang jarang terjadi adalah elektrokomunikasi. Ia
terlihat umumnya pada makhluk hidup air, beberapa mamalia, terutama platipus dan echidna mampu
melakukan resepsielektro dan ini secara teori merupakan elektrokomunikasi.
5.
Seismik
Terkadang
disebut komunikasi vibrasi, merupakan
penyampaian informasi lewat vibrasi seismik dari
suatu media. Media tersebut bisa bumi, akar atau daun tanaman, permukaan air,
jaring laba-laba, sarang madu, atau berbagai tipe media tanah. Komunikasi
vibrasi adalah modalitas sensor purba dan ia tersebar dalam kerajaan hewan dan
ia telah berkembang beberapa kali secara independen. Ia telah ditemukan pada
mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, laba-laba, krustasea dan cacing
nematoda. Vibrasi
dan kanal komunikasi lainnya tidak harus berdiri sendiri, tetapi dapat
digunakan dalam komunikasi multi-dasar.
F. Jenis Komunikasi Hewan
1.
Komunikasi Intraspesifik. Kebanyakan komunikasi hewan terjadi antara
anggota spesies yang sama dan ini adalah konteks yang secara intensif paling
dikaji. Umunyak bentuk dan fungsi dari komunikasi yang dijelaskan di atas
bergantung pada komunikasi intraspesifik.
2.
Komunikasi Interspesifik. Banyak contoh dari komunikasi terjadi antara
anggota dari spesies berbeda. Hewan-hewan berkomunikasi ke hewan lain dengan
berbagai sinyal-sinyal: visual, suara, ekolokasi, getaran, bahasa tubuh, dan
bau.
a)
Mangsa ke Pemangsa
Jika hewan buruan
bergerak, membuat suara atau getaran, atau mengeluarkan bau dengan suatu cara
sehingga si pemangsa dapat mendeteksinya, hal ini konsisten dengan definisi
"komunikasi" yang diberikan di atas. Tipe dari komunikasi ini dikenal
dengan mendengar interseptif, dengan si pemangsa menangkap pesan yang
disampaikan sebagai sejenis.
b)
Pemangsa ke Mangsa
Beberapa pemangsa berkomunikasi ke mangsa dengan suatu cara
yang mengubah perilaku mereka dan membuat penangkapan lebih mudah, sebagai efek
menipu mereka. Contoh yang terkenal yaitu Ikan angler,
yang memiliki tonjolan gemuk bioluminisensi yang tumbuh
dikeningnya dan teruntai di depan mulut mereka; ikan kecil mencoba mengambil
umpan tersebut, dan karena melakukan hal tersebut secara sempurna menempatkan
mereka untuk dimakan oleh ikan angler.
c)
Manusia/Hewan
Berbagai cara manusia mengartikan perilaku hewan domestik, atau
memberikan perintah kepada mereka, konsisten dengan definisi dari komunikasi
interspesies. Bergantung kepada konteks, mereka mungkin dianggap sebagai
komunikasi pemangsa ke mangsa, atau untuk merefleksikan bentuk commensalisme.
Percobaan terbaru untuk bahasa hewan adalah
mungkin usaha paling mutakhir untuk mencapai komunikasi manusia/hewan, walau
relasi mereka terhadap komunikasi hewan alamiah tidak begitu jelas. Kurangnya
penelitian komunikasi manusia-hewan adalah fokus pada komunikasi ekspresif dari
hewan ke manusia secara spesifik. Sejak akhir 1990-an, salah satu
ilmuwan, Sean Senechal,
telah mengembangkan, meneliti, dan menggunakan bahasa ekspresif, yang dapat
dipelajari secara visual pada anjing dan kuda. Dengan mengajarkan hewan-hewan
tersebut suatu gerak isyarat (buatan manusia) mirip bahasa bahasa isyarat amerika,
hewan-hewan tersebut diketahui menggunakan isyarat-isyarat baru dengan cara
mereka sendiri untuk meraih yang mereka inginkan.
G. Fungsi Komunikasi Hewan
1. Interaksi agonistik: semua hal yang berkaitan dengan kontes dan agresi antar
individu. Banyak spesies memiliki pemameran ancaman yang berbeda yang dibentuk
selama kompetisi untuk makanan, pasangan atau wilayah;
kebanyakan lagu burung berfungsi dengan cara tersebut. Terkadang ada pemameran
penyampaian kecocokan, dengan individu yang terancam akan membuat mereka
mengetahui dominasi sosial dari si
pengancam; hal ini memiliki efek berhentinya episod agresif dan membuat hewan
yang dominan memiliki akses tak terbatas terhadap sumber yang dipersengketakan.
Beberapa spesies juga memiliki pemameran afiliatif yang dibentuk untuk mengindikasikan bahwa hewan
yang dominan menerima kehadiran hewan lain.
2. Ritual-ritual perkawinan:
sinyal-sinyal yang dibuat oleh salah satu anggota jenis kelamin untuk menarik
atau menjaga perhatian dari pasangan yang berpotensi, atau untuk mengukuhkan
suatu ikatan pasangan.
Hal ini sering mengikutkan pemameran bagian tubuh, postur tubuh (Kijang mengasumsikan karakteristik yang
ditampilkan sebagai sebuah sinyal untuk memulai perkawinan),
atau pengeluaran bau atau teriakan, yang unik pada spesies, yang menyebabkan individu-individu
tersebut menghindari perkawinan dengan anggota dari spesies lain yang akan
menyebabkan infertil. Hewan-hewan yang membentuk ikatan pasangan yang abadi
terkadang memiliki bentuk simetris yang mereka buat satu sama lain: contoh
terkenalnya adalah presentasi mutual dari buluh oleh Burung grebe
jambul besar, yang diteliti oleh Julian Huxley, pemameran kemenangan yang
diperlihatkan oleh banyak spesies angsa dan penguin pada situs sarang mereka dan
pemameran perkawinan spektakuler dari Burung-burung cendrawasih dan manakin.
3. Kepemilikan/wilayah: sinyal-sinyal digunakan untuk mengklaim atau
mempertahankan suatu wilayah, makanan, atau pasangan.
4. Sinyal berhubungan-dengan-Makanan:
banyak hewan-hewan membuat "teriakan makanan" yang menarik pasangan,
atau keturunan, atau anggota dari kelompok sosial ke sumber makanan. Saat induk
memberi makan anaknya, anak tersebut terkadang memiliki respon meminta
(terutama bila banyak anak dalam sebuah sarang hal ini cukup dikenal pada altrisial burung
berkicau, sebagai contohnya). Terkadang sinyal memberi-makan yang paling
terperinci adalah Tarian Waggle dari lebah madu yang diteliti
oleh Karl von
Frisch. Gagak muda memberikan sinyal ke yang tua,
gagak yang lebih berpengalaman saat mereka menemukan makanan baru atau yang
belum pernah dicoba.
5. Teriakan peringatan: sinyal-sinyal yang dibuat saat adanya suatu ancaman dari
pemangsa, membuat semua anggota dari grup sosial (dan terkadang anggota dari
spesies lain) berlari untuk berlindung, menjadi berhenti, atau berkumpul
menjadi sebuah grup untuk mengurangi risiko diserang.
6. Meta-komunikasi: sinyal-sinyal yang mengubah makna dari sinyal
selanjutnya. Salah satu contoh yaitu wajah bermain pada anjing, yang
mensinyalkan bahwa sinyal agresif berikut adalah bagian dari bermain berkelahi
daripada sebuah episode agresif yang serius.
SUMBER RUJUKAN:
Rabin, L.
A., B. McCowa., S.L Hooper, and D. H Owings. 2003.
Anthropogenic Noise and its Effect on Animal Communication: An Interface
Between Comparative Psychology and Conservation Biology. International Journal of Comparative Psychology. (16): 172 – 192.
Shettleworth, S. J. (2010). Cognition, Evolution and
Behavior (2nd ed) New York: Oxford.