Makalah
Akhlak Tasawuf
“AKHLAK
MAHMUDAH”
JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur
atas ke hadirat Allah yang Maha Esa yang karena limpahan nikmat serta hidayah-Nya
kepada kita semua terlebih penyusun sehingga akhirnya Makalah Akhlak Tasawuf
ini dapat terselesaikan. Kedua kalinya sholawat serta salam kepada Nabi kita
tercinta Muhammad shallallah alaihi wasallam yang dengan perjuangan, kerja
keras serta semangat beliau akhirnya kita dapat merasakan manisnya Islam.
Makalah Akhlak Tasawuf
ini telah kami susun semaksimal mungkin, dan kami haturkan banyak terima kasih
kepada para dosen, terutama untuk dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf
bapak Lukman Taufik, M. PdI. serta pihak-pihak terkait dan rekan-rekan sekalian
atas segala bimbingan dan pengajaran serta bantuannya sehingga dapat lebih
mempermudah dalam penyusunannya. Kritik serta saran yang membangun sangat kami
harapkan guna mempermudah kami dalam menyempurnakan makalah ini.
Penyusun mengharapkan
semoga nantinya makalah Akhlak Tasawuf ini dapat diambil hikmah serta
memberikan mamfaat bagi generasi bangsa kedepannya guna menciptakan kemajuan
serta kedamaian di negeri kita tercinta Indonesia.
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan
Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB
II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian
Akhlak Mahmudah 3
B. Dasar-dasar Akhlak Mahmudah 4
C. Macam-macam Akhlak Mahmudah 5
D. Ciri-ciri
Akhlak Mahmudah 8
E. Faktor-faktor
Pembentukan Akhlak 9
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhlak
dan Tasawuf merupakan dua hal yang berbeda jikalau ditelisik lebih dalam.
Akhlak merupakan sikap yang melekat pada seseorang yang menjadi tabiat pada
dirinya dan dilakukan secara spontan dalam bentuk tingkah laku dan pebuatan
serta berasakan pada perintah Allah ta’ala. Sedangkan tasawuf membersihkan hati
dari segala yang mengganggu manusia, berjuang untuk meninggalkan pengaruh
duniawi, melemahkan sifat kebinatangan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati
sifat kerohanian, kenabian, bergantung pada ilmu hakikat, menabur nasehat,
memegang teguh janji Allah dan mengikuti contoh Rasulallah shallallahu alaihi
wa sallam. Jadinya akhlak lebih mengarah ke bagian fisik sedangkan tasawuf
lebih mengarah kepada aspek kerohanian.
Dekadensi
akhlak serta keubudiyah merupakan hal yang sangat lumrah bisa kita dapatkan
pada zaman ini. Banyak orang yang mempersoalkan kurangnya etika serta akhlak
dari para tenaga-tenaga kepemerintahan serta orang-orang dengan kemampuan
kognitif yang tinggi. Sehingga hal ini menjadi persoalan yang sangat
diperhatikan oleh pemerintah. Dengan mempebaharui kurikulum yang lebih
berorientassi untuk menghasilkan SDM yang unggul serta berahlak merupakan suatu
indikasi akan pentingnya akhlak dan tasawuf.
Diharapkan dengan adanya makalah
ini, penyusun dapat lebih mengetahui terkait dengan akhlak tasawuf serta
kiat-kiat untuk menggapainya. Kemudian penyusun juga dapat ikut mengambil andil
dalam melaksanakan UUD 1945 mengenai bagaimana caranya agar dapat menciptakan
generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermartabat. Sehingga nantinya tercipta
kondisi negara yang aman, maju dan sejahtera.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu akhlak mahmudah?
2.
Apa saja dasar-dasar dari akhlak mahmudah itu sendiri?
3.
Bagaimana bentuk-brntuk dari akhlak mahmudah?
4.
Apa saja ciri-ciri dari akhlak mahmudah?
5.
Apa faktor-faktor yang mempengerahui pembentukan akhlak?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari akhlak mahmudah.
2.
Untuk mengetahui dasar-dasar dari akhlak mahmudah.
3.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari akhlak mahmudah.
4.
Untuk mengetahui ciri-ciri dari akhlak mahmudah.
5.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengerahui pembentukan
akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akhlak Mahmudah
Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab
yang merupakan jamak dari kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai,
tabiat, dan muru‟ah. Dengan demikian, secara etimologi, akhlak dapat diartikan
sebagai budi pekerti, watak, tabiat. Perumusan pengertian akhlaq menjadi media
yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq, dan antara
makhluq dengan makhluq. Istilah ini dipetik dari kalimat yang tercantum dalam al-qur’an,
yang artinya:
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi
pekerti yang luhur”. (Q.S Al-Qolam 68: 4)
Sedangkan pengertian akhlak menurut terminologi
adalah:
a.
Menurut Sayyid Sabiq, sebagaimana dikutip
oleh Choiruddin Hadiri, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan
terjadinya perbuatan-perbuatan dengan mudah.[1]
b.
Imam Al-Ghozali dalam kitab Ihya’
Ulumuddin sebagaimana dikutip oleh Samsul Munir berpendapat bahwa akhlak adalah
hay‟atatau sifat.
c.
Prof. Dr. Ahmad Amin sebagaimana dikutip
oleh Aminuddin berpendapat bahwa akhlak adalah kehendakyang dibiasakan.
Artinya, bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu
dinamakan akhlak.[2]
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa
akhlak merupakan kehendak dan kebiasaan manusia yang menimbulkan
kekuatan-kekuatan besar untuk melakukan sesuatu. Jika keadaan tersebut
melahirkan perbuatan yang terpuji menurut pandangan akal dan syariat Islam, ia
adalah akhlak yang baik (akhlak mahmudah). Namun, jika keadaan tersebut melahirkan
perbuatan yangburuk dan tercela, ia adalah akhlak yang buruk (akhlak
madzmumah).
Mahmudah merupakan bentuk maf‟ul dari kata hamida,
yang berarti dipuji. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji disebut pula dengan akhlaqul
karimah (akhlak mulia), atau al-akhlaq al-munjiyat (akhlak yang menyelamatkan
pelakunya). Jadi akhlak mahmudah berarti tingkah laku yang terpuji yang
merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah.[3]
B. Dasar-Dasar Akhlak Mahmudah
Dalam Islam, dasar
yang menjadi alat pengukur untuk menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau
buruk, adalah Alqur’an dan sunnah.[4]
Akhlak atau ajaran budi pekerti yang menurut pendapat umum masyarakat
baik,tetapi bertentangan dengan Alqur’an dan As-sunnah, maka haram hukumnya untuk
diamalkan.[5]
Jadi, akhlak Islami bersumber pada ajaran-ajaran Islam yaitu Alqur’an dan
As-sunnah.[6]
1.
Al-Qur’an
Di
dalam Al-qur’an yang dijadikan dasar dalam berakhlak baik yaitu:
a.
Q. S Al-Ahzab (33) ayat 21, yang artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”.
b.
Q.S Al-Qalam(68) ayat 4, yang artinya:
“Dan sesungguhnya
engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Ayat tersebut
menunjukkan, bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang terpuji sehingga patut
dijadikan sebagai suri teladan dalam segala lapangan kehidupan. Oleh karena itu
perkataan dan perbuatan beliau harus dijadikan panutan.
2. As-Sunnah atau Hadis
Sebagai
pedoman kedua sesudah Alqur’an adalah hadis Rasulullah yang meliputi perkataan
dan tingkah laku beliau serta sifat taqrir dari beliau sendiri. Dasar-dasar
Akhlak dalam As-Sunnah atau Hadis sebagai berikut:
Artinya:
“Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan Hakim)
Dalam hadis lain disebutkan, “Dari Aisyah r.a. Ia menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW
bersabda: “Sungguh, diantara orang yang paling sempurna imannya adalah orang
yang paling baik akhlaknya dan paling lembut sikapnya terhadap keluarga”.
Rasulullah SAW bersabda “Sesuatu yang paling berat di atas timbangan kebaikan adalah akhlak yang
baik”. (H.R. Abu Dawud)
Jadi jelas bahwa Alqur’an dan hadits Rasul adalah
pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya
merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam. Alqur’an dan
Sunnah Rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil
renuangan dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan (akidah) Islam
bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan
Alqur’an dan As-sunnah.
C.
Macam-macam
Akhlak Mahmudah
Dalam
menentukan akhlak terpuji, para ulama merujuk pada ketentuan Al-Qur’an dan
hadis, sesuai dengan konsep baik dan buruk dalam pandangan Islam. Samsul Munir
menyebutkan macam-macam akhlak mahmudah diantaranya:
1.
Husnudzon (baik sangka)
Husnudzon berasal dari bahasa Arab husn yang
berarti baik dan az-zan yang berarti prasangka. Az-zan atau zhannun
ialah “alima wa aiqana yaitu mengetahui dan yakin atasnya”. Dalam
beberapa disiplin ilmu, kata prasangka secara definisi diartikan sebagai
penguasaan masalah sebagian saja entah sebagian kecil, setengah atau sebagian
besar, tetapi tidak sampai seratus persen.[7]
Prasangka dalam berbagai hal haruslah senantiasa dipertimbangkan.
Memang dalam ajaran Islam senantiasa disebutkan bahwa prasangka manusia itu
tidak bisa dihukumi apapun selama itu masih dalam tataran prasangka. Justru
apabila berprasangka baik, sekalipun belum dilaksanakan atau tidak diucapkan,
telah dicatat sebagai kebaikan di sisi Allah. Sebaliknya, bila seseorang
berprasangka buruk, selama tidak diucapkan, diungkapkan ataupun dilaksanakan,
maka itu termasuk hal yang dimaklumi dan tidak termasuk sebagai dosa.
Husnudzon terhadap keputusan Allah merupakan
salah satu akhlak terpuji. Karena sesungguhnya, apa yang ditentukan oleh Allah
kepada seorang hamba, adalah jalan terbaik baginya. Sudah menjadi keharusan
bagi setiap muslim agar memiliki akhlak husnudzon, yaitu berprasangka
baik.
2.
Tawakal
Menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip Mahyudin, kata
tawakal asalnya dari kata wikalah yang artinya menyerahkan atau
mewakilkan. Jadi tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah
berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya.
3.
Shidqu (Jujur)
Shidqu atau sidiq berasal dari kata shadaqa
yang berarti benar. Benar disini bukan lawan kata salah, tetapi lawan kata
dusta, sehingga lebih tepat dimaknai jujur atau kejujuran. Adapun yang dimaksud
jujur adalah memberitahukan, menuturkan sesuatu dengan sebenarnya, sesuai
dengan fakta (kejadian)nya. Pemberitahuan ini tidak hanya dalam ucapan, tetapi
juga dalam perbuatan. Dengan demikian, shidqu adalah berlaku benar dan
jujur, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Orang yang jujur adalah orang yang berkata,
berpenampilan, dan bertindak apa adanya, tanpa dibuat-buat. Kejujuran adalah
sikap yang jauh dari kepalsuan dan kepura-puraan.kejujuran berarti sikap
ksatria. Sebuah sikap yang dibangun oleh kematangan jiwa dan kejernihan hati.
Salah satu sifat yang akan bisa meraih kemenangan surga
dengan kejujuran. Dan sebaliknya bila curang berarti meraih kerugian di neraka.
Bersabda Nabi SAW kepada Ali Karramallahu Wajhah: “Hai Ali! Jujurlah
walaupun kejujuran itu mencelakakan kamu di dunia, karena bahwasannya kejujuran
itu bermanfaat bagimu di akhirat”.
Jujur adalah bagian dari akhlak Nabi, bahkan orang
Quraish juga mengakui kejujuran beliau. Walaupun mereka mendustakan
beliaumengenai kenabiannya namun tidak seorang pun berani mendustakannya
tentang hal-hal yang lain. Abu Jahal telah berkata kepada beliau: “Kami tidak
pernah mendustakan engkau dan engkau bukanlah seorang pendusta tetapi kami
mendustakan apa yang engkau bawa itu”
4.
Sabar
Sabar menurut terminologi adalah keadaan jiwa yang
kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan,
pendiriannya tidak berubah bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi. Menurut
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani sabar dibagi menjadi tiga tingkatan:
a.
Ash-Shabru Lillah (sabar untuk Allah),
yaitu keteguhan hati dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
b.
Ash-Shabru ma’a Allah (sabar bersama
Allah), yaitu keteguhan hati dalam menerima segala keputusan dan tindakan
Allah.
c.
Ash-Shabru ‘ala Allah (sabar atas Allah),
yaitu keteguhan hati dan kemantapan sikap dalam menghadapi apa yang
dijanjikan-Nya, berupa rezeki atau kelaparan hidup.
5.
Iffah (Memelihara Kesucian Diri)
Iffah adalah mengekang hawa nafsu dari angkara
murka. Lebih spesifik lagi, yang dimaksud dengan al-iffah adalah sikap
yang bisa menjaga seseorang dari melakukan perbuatan-perbuatan dosa, baik yang
bisa dilakukan dengan tangan, lisan atau kepopulerannya.
Al-iffah (memelihara kesucian diri) termasuk
dalam rangkaian akhlak karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga
diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada
setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri
dipertahankan untuk selalu berada pada status khair an-nas (sebaik-baik
manusia). Hal ini dilakukan mulai dari memelihara hati (qalb) untuk
tidak berbuat rencana dan angan-angan yang buruk.[8]
Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan
dicintai Allah SWT. Dengan memiliki akhlak iffah seseorang yang sudah
dewasa akan mampu menahan dirinya dari dorongan syahwat, mengambil hak orang
lain dan sebagainya. Namun ketika sifat itu sudah tidak dimiliki lagi maka
secara otomatis pula tidak ada lagi daya tahan dalam dirinya. Sehingga pada
saat sekarang ini sifat iffah mulai memudar dari masyarakat, akibatnya
banyak terjadi perilaku mengumbar syahwat dan perzinaan semakin sulit
dibendung.
D.
Ciri-ciri
Akhlak Mahmudah
Ajaran-ajaran agama Islam, merupakan tuntunan yang ditujukan
kepada manusia agar hidup di dunia menurut aturan dan norma yang terpuji.
Karena itu, akhlak dalam ajaran Islam memiliki kandungan untuk berbuat baik dan
terpuji.81 Adapun ciri-ciri akhlak Islam adalah:
1.
Kebaikan yang absolut
Karena berdasar pada Al-Qur’an dan sunnah, maka kebaikan
dalam akhlak Islam bersifat absolute (mutlak). Islamlah yang bias menjamin
kebaikan yang mutlak. Karena Islam telah menciptakan akhlak luhur yang
menjaamin kebaikan yang murni, baik untuk perorangan maupun masyarakat, di
setiap lingkungan, keadaan, dan pada setiap waktu.
2.
Kebaikan yang menyeluruh
Kebaikan dalam Islam disebut universal, karena
kebaikan yang terdapat di dalamnya dapat digunakan untuk seluruh umat manusia,
kapan saja dan dimana saja.Islam telah menciptakan akhlak yang sesuai dengan jiwa
(fitrah) manusia, di samping diterima pula oleh akal sehat.
3.
Kemantapan
Akhlak Islamiyah menjamin kebaikan yang mutlak dan
sesuai pada diri manusia.Ia bersifat tetap, langgeng, dan mantap, sebab yang
menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu memeliharanya dengan kebaikan
yang mutlak.
4.
Kewajiban yang dipatuhi
Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati
manusia. Sebab ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir batin dan
dalam keadaan suka dan duka, juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat
mendorong untuk tetap berpegang kepadanya.
5.
Pengawasan yang menyeluruh
Agama Islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang
sehat, hati nurani dapat dijadikan ukuran dalam menetapkan hukum dan
ikhtiar.Agama Islam menjunjung tinggi akal, sebagaimana banyak dijelaskan dalam
ayat-ayat Alquran.
E.
Factor-faktor
Pembentukan Akhlak
Adapun faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pembentukan akhlak seseorang sebagai berikut:
1.
Insting (naluri)
Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia dimotivasi
oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang. Insting merupakan tabiat
yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikologi menjelaskan bahwa insting
berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku
sebagai berikut.
a.
Naluri berjuang (combative instinct). Tabiat manusia
untuk mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.
b.
Naluri bertuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan
penciptanya. Naluri manusia itu merupakan paket yang secara fitrah sudah ada
dan tanpa perlu dipelajari terlebih dahulu.
2.
Adat/kebiasaan
Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang
dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi
kebiasaan.
3.
Nasab (keturunan)
Adapun warisan adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok
(orangtua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan
pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya.
4.
Milieu
Artinya, suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara,
sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang mengelilinginya. Milieu ada
2 macam sebagai berikut:
a.
Lingkungan alam, alam yang melingkupi manusia merupakan
faktor yang memengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
b.
Lingkungan pergaulan, dalam pergaulan akan saling memengaruhi dalam pikiran, sifat,
dan tingkah laku.[9]
Selain faktor-faktor diatas, untuk membentuk akhlak seseorang
diperlukan proses-proses tertentu, antara lain:
a. Keteladanan
(Qudwah, uswah). Orang tua dan guru yang biasa memberikan keteladanan
mengenai perilaku baik, maka biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya dan
muridnya dalam mengembangkan pola perilaku mereka.
b. Tal’im
(pengajaran). Misalnya, dengan mengajarkan empati dengan sikap disiplin.
c. Pembiasaan
(Ta’wid). Melatih anak atau murid dengan perbuatan terpuji yang bisa membentuk
kepribadiannya. Sebagai contoh anak sejak kecil dibiasakan membaca basmalah
sebelum makan. Jika hal itu dibiasakan, maka akan menjadi akhlak mulia bagi
anak ketika ia tumbuh dewasa.
d. Pemberian
motivasi (targhib/ reward, motivation). Memberikan motivasi baik berupa
pujian atau hadiah tertentu akan menjadi latihan positif dalam proses
pembentukan akhlak, terutama ketika ia masih kecil.
e. Pemberian
ancaman dan sangsi hukum (punishment, warning). Dalam rangka proses
pembentukan akhlak kadang diperlukan ancaman, sehingga anak tidak bersikap
sembrono.[10]
Dengan memiliki akhlak mahmudah (terpuji), maka dapat menumbuhkan
kerukunan antar tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling
melindungi, saling menjaga, dan saling peduli sehingga seluruh lapisan
masyarakat akan menjadi tenang, aman, damai, dan sejahtera. Jika keadaan
lingkungan sosial seperti itu, akan tercipta suasana kondusif yang terjadi di
masyarakat, sehingga setiap orang dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik,
tanpa adanya gangguan dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, dan
pembangunan masyarakat (sarana dan prasarana) akan terlaksana dengan baik.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhlak merupakan sikap yang melekat pada seseorang yang
menjadi tabiat pada dirinya dan dilakukan secara spontan dalam bentuk tingkah
laku dan pebuatan serta berasakan pada perintah Allah ta’ala. Mahmudah merupakan
bentuk maf‟ul dari kata hamida, yang berarti dipuji. Jadi akhlak mahmudah
berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman
seseorang kepada Allah.
Dasar atau sumber dari akhlak mahmudah ialah al-qur’an dan
as-sunnah. Karenanya merupakan pedoman umat islam. Diantara bentuk dari akhlak
mahmudah adalah husnudzon, tawakkal, jujur, sabar dan iffah serta massih banyak lagi. Untuk
cirri-cirinya pertama kebaikan yang absolute selanjutnya kebaikan yang
menyeluruh, kemantapan, kewajiban yang dipatuhi dan pengawasan yang menyeluruh.
Factor-faktor yang mempengerahui terbentuknya akhlak
seseorang diantaranya insting (naluri), adat atau kebiasaan, nasab atau
keturunan serta lingkungan sekitar. Adapun kiat-kiat untuk membentuk akhlak
yang baik ialah keteladanan (qudwah), pengajaran, pembiasaan, pemberian
motivasi serta sangsi jikalau melanggar larangan.
B.
Saran
Saran
yang membangun sangat diharapkan guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mustakim. 2007. Akhlaq
tasawuf jalan menuju revolusi spiritual. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Adi Abdillah, Shuniyya Ruhama. 2011. Dahsyatnya
Berbaik Sangka. Sleman: Qudsi Media.
Aminuddin, dkk. 2005. Pendidikan
Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Choiruddin, Hadiri. 2015. Akhlak dan Adab Islam. Jakarta: PT
Bhuana Ilmu Populer.
Hamzah Tualeka, dkk. 2011. Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press.
Mukni’ah. 2011. Materi Pendidikan
Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Zahruddin, Hasanuddin Sinaga. 2004. Pengantar
Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN
[1]
Choiruddin Hadiri, Akhlak dan Adab Islam,
(Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2015), hal. 14
[2] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 152
[3] Hamzah Tualeka, dkk, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2011), hal. 15
[4]
Aminuddin dkk, Pendidikan Agama.,
hal. 153
[5] Choiruddin Hadiri, Akhlak dan Adab Islam,…, hal. 19
[6]
Ibid,….hal. 18
[7] Adi Abdillah, Shuniyya Ruhama, Dahsyatnya Berbaik Sangka, (Sleman:
Qudsi Media, 2011), hal. 3
[8] Hamzah Tualeka, dkk, Akhlak Tasawuf…, hal. 166
[9] Mukni’ah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 113-115
[10] Abdul Mustakim, Akhlaq tasawuf jalan menuju revolusi
spiritual, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), hal. 9-11
[11] Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 158-159
0 comments:
Post a Comment