Monday 4 January 2021

L. Edwin Arwana: Makalah Akhlak Mahmudah (Akhlak Terpuji)

 

Makalah Akhlak Tasawuf

 

 

“AKHLAK MAHMUDAH”

 



 


 

 

 

JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MATARAM

2020

 

 

 

 


KATA PENGANTAR

 

Segala puji dan syukur atas ke hadirat Allah yang Maha Esa yang karena limpahan nikmat serta hidayah-Nya kepada kita semua terlebih penyusun sehingga akhirnya Makalah Akhlak Tasawuf ini dapat terselesaikan. Kedua kalinya sholawat serta salam kepada Nabi kita tercinta Muhammad shallallah alaihi wasallam yang dengan perjuangan, kerja keras serta semangat beliau akhirnya kita dapat merasakan manisnya Islam.

Makalah Akhlak Tasawuf ini telah kami susun semaksimal mungkin, dan kami haturkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama untuk dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf bapak Lukman Taufik, M. PdI. serta pihak-pihak terkait dan rekan-rekan sekalian atas segala bimbingan dan pengajaran serta bantuannya sehingga dapat lebih mempermudah dalam penyusunannya. Kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan guna mempermudah kami dalam menyempurnakan makalah ini.

Penyusun mengharapkan semoga nantinya makalah Akhlak Tasawuf ini dapat diambil hikmah serta memberikan mamfaat bagi generasi bangsa kedepannya guna menciptakan kemajuan serta kedamaian di negeri kita tercinta Indonesia.

 

 

 

   

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

COVER

KATA PENGANTAR                                                                                  ii

DAFTAR ISI                                                                                                 iii

BAB I PENDAHULUAN                                                                             1

A.  Latar Belakang                                                                               1

B.  Rumusan Masalah                                                                          2

C.  Tujuan                                                                                             2

BAB II PEMBAHASAN                                                                              3

A. Pengertian Akhlak Mahmudah                                                      3

B.   Dasar-dasar Akhlak Mahmudah                                                   4

C.   Macam-macam Akhlak Mahmudah                                              5

D. Ciri-ciri Akhlak Mahmudah                                                           8

E.  Faktor-faktor Pembentukan Akhlak                                               9

BAB III PENUTUP                                                                                      12

A.  Kesimpulan                                                                                     12       

B.  Saran                                                                                              12

DAFTAR PUSTAKA                                                                                              

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Akhlak dan Tasawuf merupakan dua hal yang berbeda jikalau ditelisik lebih dalam. Akhlak merupakan sikap yang melekat pada seseorang yang menjadi tabiat pada dirinya dan dilakukan secara spontan dalam bentuk tingkah laku dan pebuatan serta berasakan pada perintah Allah ta’ala. Sedangkan tasawuf membersihkan hati dari segala yang mengganggu manusia, berjuang untuk meninggalkan pengaruh duniawi, melemahkan sifat kebinatangan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati sifat kerohanian, kenabian, bergantung pada ilmu hakikat, menabur nasehat, memegang teguh janji Allah dan mengikuti contoh Rasulallah shallallahu alaihi wa sallam. Jadinya akhlak lebih mengarah ke bagian fisik sedangkan tasawuf lebih mengarah kepada aspek kerohanian.

Dekadensi akhlak serta keubudiyah merupakan hal yang sangat lumrah bisa kita dapatkan pada zaman ini. Banyak orang yang mempersoalkan kurangnya etika serta akhlak dari para tenaga-tenaga kepemerintahan serta orang-orang dengan kemampuan kognitif yang tinggi. Sehingga hal ini menjadi persoalan yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Dengan mempebaharui kurikulum yang lebih berorientassi untuk menghasilkan SDM yang unggul serta berahlak merupakan suatu indikasi akan pentingnya akhlak dan tasawuf.

Diharapkan dengan adanya makalah ini, penyusun dapat lebih mengetahui terkait dengan akhlak tasawuf serta kiat-kiat untuk menggapainya. Kemudian penyusun juga dapat ikut mengambil andil dalam melaksanakan UUD 1945 mengenai bagaimana caranya agar dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermartabat. Sehingga nantinya tercipta kondisi negara yang aman, maju dan sejahtera.

 

 

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa itu akhlak mahmudah?

2.      Apa saja dasar-dasar dari akhlak mahmudah itu sendiri?

3.      Bagaimana bentuk-brntuk dari akhlak mahmudah?

4.      Apa saja ciri-ciri dari akhlak mahmudah?

5.      Apa faktor-faktor yang mempengerahui pembentukan akhlak?

C.      Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari akhlak mahmudah.

2.      Untuk mengetahui dasar-dasar dari akhlak mahmudah.

3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari akhlak mahmudah.

4.      Untuk mengetahui ciri-ciri dari akhlak mahmudah.

5.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengerahui pembentukan akhlak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Akhlak Mahmudah

Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata khuluq, yang berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru‟ah. Dengan demikian, secara etimologi, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiat. Perumusan pengertian akhlaq menjadi media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluq, dan antara makhluq dengan makhluq. Istilah ini dipetik dari kalimat yang tercantum dalam al-qur’an, yang artinya:

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. (Q.S Al-Qolam 68: 4)

Sedangkan pengertian akhlak menurut terminologi adalah:

a.       Menurut Sayyid Sabiq, sebagaimana dikutip oleh Choiruddin Hadiri, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang menimbulkan terjadinya perbuatan-perbuatan dengan mudah.[1]

b.      Imam Al-Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin sebagaimana dikutip oleh Samsul Munir berpendapat bahwa akhlak adalah hay‟atatau sifat.

c.       Prof. Dr. Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Aminuddin berpendapat bahwa akhlak adalah kehendakyang dibiasakan. Artinya, bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.[2]

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa akhlak merupakan kehendak dan kebiasaan manusia yang menimbulkan kekuatan-kekuatan besar untuk melakukan sesuatu. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang terpuji menurut pandangan akal dan syariat Islam, ia adalah akhlak yang baik (akhlak mahmudah). Namun, jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yangburuk dan tercela, ia adalah akhlak yang buruk (akhlak madzmumah).

Mahmudah merupakan bentuk maf‟ul dari kata hamida, yang berarti dipuji. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji disebut pula dengan akhlaqul karimah (akhlak mulia), atau al-akhlaq al-munjiyat (akhlak yang menyelamatkan pelakunya). Jadi akhlak mahmudah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah.[3]

B.       Dasar-Dasar Akhlak Mahmudah

Dalam Islam, dasar yang menjadi alat pengukur untuk menyatakan bahwa sifat seseorang itu baik atau buruk, adalah Alqur’an dan sunnah.[4] Akhlak atau ajaran budi pekerti yang menurut pendapat umum masyarakat baik,tetapi bertentangan dengan Alqur’an dan As-sunnah, maka haram hukumnya untuk diamalkan.[5] Jadi, akhlak Islami bersumber pada ajaran-ajaran Islam yaitu Alqur’an dan As-sunnah.[6]

1.      Al-Qur’an

Di dalam Al-qur’an yang dijadikan dasar dalam berakhlak baik yaitu:

a.       Q. S Al-Ahzab (33) ayat 21, yang artinya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

b.      Q.S Al-Qalam(68) ayat 4, yang artinya:

Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Ayat tersebut menunjukkan, bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang terpuji sehingga patut dijadikan sebagai suri teladan dalam segala lapangan kehidupan. Oleh karena itu perkataan dan perbuatan beliau harus dijadikan panutan.

2.      As-Sunnah atau Hadis

Sebagai pedoman kedua sesudah Alqur’an adalah hadis Rasulullah yang meliputi perkataan dan tingkah laku beliau serta sifat taqrir dari beliau sendiri. Dasar-dasar Akhlak dalam As-Sunnah atau Hadis sebagai berikut:

Artinya: “Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud, dan Hakim)

Dalam hadis lain disebutkan, “Dari Aisyah r.a. Ia menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh, diantara orang yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan paling lembut sikapnya terhadap keluarga”.

Rasulullah SAW bersabda “Sesuatu yang paling berat di atas timbangan kebaikan adalah akhlak yang baik”. (H.R. Abu Dawud)

Jadi jelas bahwa Alqur’an dan hadits Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam. Alqur’an dan Sunnah Rasul adalah ajaran yang paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renuangan dan ciptaan manusia. Sehingga telah menjadi keyakinan (akidah) Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan pengarahan Alqur’an dan As-sunnah.

C.      Macam-macam Akhlak Mahmudah

Dalam menentukan akhlak terpuji, para ulama merujuk pada ketentuan Al-Qur’an dan hadis, sesuai dengan konsep baik dan buruk dalam pandangan Islam. Samsul Munir menyebutkan macam-macam akhlak mahmudah diantaranya:

1.      Husnudzon (baik sangka)

Husnudzon berasal dari bahasa Arab husn yang berarti baik dan az-zan yang berarti prasangka. Az-zan atau zhannun ialah “alima wa aiqana yaitu mengetahui dan yakin atasnya”. Dalam beberapa disiplin ilmu, kata prasangka secara definisi diartikan sebagai penguasaan masalah sebagian saja entah sebagian kecil, setengah atau sebagian besar, tetapi tidak sampai seratus persen.[7]

Prasangka dalam berbagai hal haruslah senantiasa dipertimbangkan. Memang dalam ajaran Islam senantiasa disebutkan bahwa prasangka manusia itu tidak bisa dihukumi apapun selama itu masih dalam tataran prasangka. Justru apabila berprasangka baik, sekalipun belum dilaksanakan atau tidak diucapkan, telah dicatat sebagai kebaikan di sisi Allah. Sebaliknya, bila seseorang berprasangka buruk, selama tidak diucapkan, diungkapkan ataupun dilaksanakan, maka itu termasuk hal yang dimaklumi dan tidak termasuk sebagai dosa.

Husnudzon terhadap keputusan Allah merupakan salah satu akhlak terpuji. Karena sesungguhnya, apa yang ditentukan oleh Allah kepada seorang hamba, adalah jalan terbaik baginya. Sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim agar memiliki akhlak husnudzon, yaitu berprasangka baik.

2.      Tawakal

Menurut Al-Ghazali sebagaimana dikutip Mahyudin, kata tawakal asalnya dari kata wikalah yang artinya menyerahkan atau mewakilkan. Jadi tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya.

3.      Shidqu (Jujur)

Shidqu atau sidiq berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Benar disini bukan lawan kata salah, tetapi lawan kata dusta, sehingga lebih tepat dimaknai jujur atau kejujuran. Adapun yang dimaksud jujur adalah memberitahukan, menuturkan sesuatu dengan sebenarnya, sesuai dengan fakta (kejadian)nya. Pemberitahuan ini tidak hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam perbuatan. Dengan demikian, shidqu adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam perkataan maupun perbuatan.

Orang yang jujur adalah orang yang berkata, berpenampilan, dan bertindak apa adanya, tanpa dibuat-buat. Kejujuran adalah sikap yang jauh dari kepalsuan dan kepura-puraan.kejujuran berarti sikap ksatria. Sebuah sikap yang dibangun oleh kematangan jiwa dan kejernihan hati.

Salah satu sifat yang akan bisa meraih kemenangan surga dengan kejujuran. Dan sebaliknya bila curang berarti meraih kerugian di neraka. Bersabda Nabi SAW kepada Ali Karramallahu Wajhah: “Hai Ali! Jujurlah walaupun kejujuran itu mencelakakan kamu di dunia, karena bahwasannya kejujuran itu bermanfaat bagimu di akhirat”.

Jujur adalah bagian dari akhlak Nabi, bahkan orang Quraish juga mengakui kejujuran beliau. Walaupun mereka mendustakan beliaumengenai kenabiannya namun tidak seorang pun berani mendustakannya tentang hal-hal yang lain. Abu Jahal telah berkata kepada beliau: “Kami tidak pernah mendustakan engkau dan engkau bukanlah seorang pendusta tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa itu”

4.      Sabar

Sabar menurut terminologi adalah keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak berubah bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi. Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani sabar dibagi menjadi tiga tingkatan:

a.         Ash-Shabru Lillah (sabar untuk Allah), yaitu keteguhan hati dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

b.         Ash-Shabru ma’a Allah (sabar bersama Allah), yaitu keteguhan hati dalam menerima segala keputusan dan tindakan Allah.

c.         Ash-Shabru ‘ala Allah (sabar atas Allah), yaitu keteguhan hati dan kemantapan sikap dalam menghadapi apa yang dijanjikan-Nya, berupa rezeki atau kelaparan hidup.

5.      Iffah (Memelihara Kesucian Diri)

Iffah adalah mengekang hawa nafsu dari angkara murka. Lebih spesifik lagi, yang dimaksud dengan al-iffah adalah sikap yang bisa menjaga seseorang dari melakukan perbuatan-perbuatan dosa, baik yang bisa dilakukan dengan tangan, lisan atau kepopulerannya.

Al-iffah (memelihara kesucian diri) termasuk dalam rangkaian akhlak karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status khair an-nas (sebaik-baik manusia). Hal ini dilakukan mulai dari memelihara hati (qalb) untuk tidak berbuat rencana dan angan-angan yang buruk.[8]

Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah SWT. Dengan memiliki akhlak iffah seseorang yang sudah dewasa akan mampu menahan dirinya dari dorongan syahwat, mengambil hak orang lain dan sebagainya. Namun ketika sifat itu sudah tidak dimiliki lagi maka secara otomatis pula tidak ada lagi daya tahan dalam dirinya. Sehingga pada saat sekarang ini sifat iffah mulai memudar dari masyarakat, akibatnya banyak terjadi perilaku mengumbar syahwat dan perzinaan semakin sulit dibendung.

D.      Ciri-ciri Akhlak Mahmudah

Ajaran-ajaran agama Islam, merupakan tuntunan yang ditujukan kepada manusia agar hidup di dunia menurut aturan dan norma yang terpuji. Karena itu, akhlak dalam ajaran Islam memiliki kandungan untuk berbuat baik dan terpuji.81 Adapun ciri-ciri akhlak Islam adalah:

1.    Kebaikan yang absolut

Karena berdasar pada Al-Qur’an dan sunnah, maka kebaikan dalam akhlak Islam bersifat absolute (mutlak). Islamlah yang bias menjamin kebaikan yang mutlak. Karena Islam telah menciptakan akhlak luhur yang menjaamin kebaikan yang murni, baik untuk perorangan maupun masyarakat, di setiap lingkungan, keadaan, dan pada setiap waktu.

 

 

2.    Kebaikan yang menyeluruh

Kebaikan dalam Islam disebut universal, karena kebaikan yang terdapat di dalamnya dapat digunakan untuk seluruh umat manusia, kapan saja dan dimana saja.Islam telah menciptakan akhlak yang sesuai dengan jiwa (fitrah) manusia, di samping diterima pula oleh akal sehat.

3.    Kemantapan

Akhlak Islamiyah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia.Ia bersifat tetap, langgeng, dan mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, yang selalu memeliharanya dengan kebaikan yang mutlak.

4.      Kewajiban yang dipatuhi

Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia. Sebab ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka, juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya.

5.      Pengawasan yang menyeluruh

Agama Islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat, hati nurani dapat dijadikan ukuran dalam menetapkan hukum dan ikhtiar.Agama Islam menjunjung tinggi akal, sebagaimana banyak dijelaskan dalam ayat-ayat Alquran.

E.       Factor-faktor Pembentukan Akhlak

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak seseorang sebagai berikut:

1.       Insting (naluri)

Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang. Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para psikologi menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku sebagai berikut.

a.        Naluri berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.

b.        Naluri bertuhan. Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya. Naluri manusia itu merupakan paket yang secara fitrah sudah ada dan tanpa perlu dipelajari terlebih dahulu.

2.      Adat/kebiasaan

Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.

3.      Nasab (keturunan)

Adapun warisan adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orangtua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya.

4.      Milieu

Artinya, suatu yang melingkupi tubuh yang hidup meliputi tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang mengelilinginya. Milieu ada 2 macam sebagai berikut:

a.         Lingkungan alam, alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang memengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.

b.         Lingkungan pergaulan, dalam pergaulan akan saling memengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku.[9]

Selain faktor-faktor diatas, untuk membentuk akhlak seseorang diperlukan proses-proses tertentu, antara lain:

a.     Keteladanan (Qudwah, uswah). Orang tua dan guru yang biasa memberikan keteladanan mengenai perilaku baik, maka biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya dan muridnya dalam mengembangkan pola perilaku mereka.

b.    Tal’im (pengajaran). Misalnya, dengan mengajarkan empati dengan sikap disiplin.

c.     Pembiasaan (Ta’wid). Melatih anak atau murid dengan perbuatan terpuji yang bisa membentuk kepribadiannya. Sebagai contoh anak sejak kecil dibiasakan membaca basmalah sebelum makan. Jika hal itu dibiasakan, maka akan menjadi akhlak mulia bagi anak ketika ia tumbuh dewasa.

d.    Pemberian motivasi (targhib/ reward, motivation). Memberikan motivasi baik berupa pujian atau hadiah tertentu akan menjadi latihan positif dalam proses pembentukan akhlak, terutama ketika ia masih kecil.

e.     Pemberian ancaman dan sangsi hukum (punishment, warning). Dalam rangka proses pembentukan akhlak kadang diperlukan ancaman, sehingga anak tidak bersikap sembrono.[10]

Dengan memiliki akhlak mahmudah (terpuji), maka dapat menumbuhkan kerukunan antar tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling melindungi, saling menjaga, dan saling peduli sehingga seluruh lapisan masyarakat akan menjadi tenang, aman, damai, dan sejahtera. Jika keadaan lingkungan sosial seperti itu, akan tercipta suasana kondusif yang terjadi di masyarakat, sehingga setiap orang dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, tanpa adanya gangguan dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, dan pembangunan masyarakat (sarana dan prasarana) akan terlaksana dengan baik.[11]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Akhlak merupakan sikap yang melekat pada seseorang yang menjadi tabiat pada dirinya dan dilakukan secara spontan dalam bentuk tingkah laku dan pebuatan serta berasakan pada perintah Allah ta’ala. Mahmudah merupakan bentuk maf‟ul dari kata hamida, yang berarti dipuji. Jadi akhlak mahmudah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah.

Dasar atau sumber dari akhlak mahmudah ialah al-qur’an dan as-sunnah. Karenanya merupakan pedoman umat islam. Diantara bentuk dari akhlak mahmudah adalah husnudzon, tawakkal, jujur, sabar dan iffah serta massih banyak lagi. Untuk cirri-cirinya pertama kebaikan yang absolute selanjutnya kebaikan yang menyeluruh, kemantapan, kewajiban yang dipatuhi dan pengawasan yang menyeluruh.

Factor-faktor yang mempengerahui terbentuknya akhlak seseorang diantaranya insting (naluri), adat atau kebiasaan, nasab atau keturunan serta lingkungan sekitar. Adapun kiat-kiat untuk membentuk akhlak yang baik ialah keteladanan (qudwah), pengajaran, pembiasaan, pemberian motivasi serta sangsi jikalau melanggar larangan.

B.       Saran

Saran yang membangun sangat diharapkan guna menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul Mustakim. 2007. Akhlaq tasawuf jalan menuju revolusi spiritual. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Adi Abdillah, Shuniyya Ruhama. 2011. Dahsyatnya Berbaik Sangka. Sleman: Qudsi Media.

Aminuddin, dkk. 2005. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Choiruddin, Hadiri. 2015. Akhlak dan Adab Islam. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Hamzah Tualeka, dkk. 2011.  Akhlak Tasawuf. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.

Mukni’ah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Zahruddin, Hasanuddin Sinaga. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 



[1] Choiruddin Hadiri, Akhlak dan Adab Islam, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2015), hal. 14

[2] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 152

[3] Hamzah Tualeka, dkk, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), hal. 15

[4]  Aminuddin dkk, Pendidikan Agama., hal. 153

[5] Choiruddin Hadiri, Akhlak dan Adab Islam,…, hal. 19

[6] Ibid,….hal. 18

[7] Adi Abdillah, Shuniyya Ruhama, Dahsyatnya Berbaik Sangka, (Sleman: Qudsi Media, 2011), hal. 3

[8] Hamzah Tualeka, dkk, Akhlak Tasawuf…, hal. 166

[9] Mukni’ah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 113-115

[10] Abdul Mustakim, Akhlaq tasawuf jalan menuju revolusi spiritual, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), hal. 9-11

[11] Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 158-159

0 comments:

Post a Comment