This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday 23 April 2022

L. Edwin Arwana: Pertumbuhan dan Perkembangan pada Tumbuhan

 

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN

 



 

Oleh: Lalu Edwin Arwana

 

Tumbuhan mengalami pertumbuhan dari kecil menjadi besar dan berkembang dari zigot menjadi embrio, kemudian menjadi individu yang mempunyai perangkat akar, batang, dan daun. Salah satu ciri organisme yaitu tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan diartikan sebagai suatu proses pertambahan ukuran a tau volume serta jumlah sel, proses ini terjadi secara tidak bolak-balik (irreversible). Perkembangan didefinisikan sebagai suatu proses menuju keadaan yang lebih dewasa. Namun jika kita mengkajinya lebih dalam, proses ini tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi berjalan seiring. Diawali dengan pertumbuhan, lalu dilanjutkan dengan perkembangan.[1]

Pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri merupakan hasil interaksi antara faktor dalam dan faktor luar. Faktor yang terdapat dari dalam, antara lain sifat genetik (yang ada di dalam = gen) dan hormon yang merangsang pertumbuhan. Sedangkan faktor luar adalah lingkungan. Potensi genetik ini hanya akan berkembang jika ditunjang oleh lingkungan yang cocok. Dengan demikian, karakter/sifat yang ditampilkan oleh tumbuhan merupakan gabungan faktor genetik dan faktor lingkungan secara bersama-sama.

Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan biji diawali dari perkecambahan. Pada embrio atau lembaga terdapat plumula yang tumbuh menjadi batang dan radikula yang tumbuh menjadi akar. Perkecambahan pada akhir pertumbuhan membentuk akar, batang dan daun. Pada ujung-ujung akar dan batang terdapat sel-sel yang senantiasa membelah diri (meristematis), dikenal sebagai jaringan meristem ujung.

Proses pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri adalah merupakan suatu koordinasi dari banyak peristiwa dan berlangsung pada tahap yang berbeda, yaitu dari tahap biofisika dan biokimia ke tahap organisme yang utuh dan lengkap. Prosesnya berlangsung sangat kompleks dan banyak cara yang berbeda untuk dapat memahaminya.

 

A.   Pertumbuhan

Pertumbuhan menunjukkan suatu pertambahan dalam ukuran dengan menghilangkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kwalitas seperti halnya kedewasaan (maturity), yang tidak relevan dengan pengertian proses pertambahan. Pertumbuhan dapat dicontohkan dalam bentuk volume, massa atau berat (segar atau kering).

1.    Pertumbuhan Primer

Aktivitas sel-sel meristem menyebabkan batang dan akar tumbuh memanjang yang disebut proses pertumbuhan primer. Pada akhir proses perkecambahan tumbuhan membentuk akar, batang, dan daun. Pada ujung batang dan akar terdapat sel-sel meristem yang dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel yang memiliki struktur dan fungsi khusus. Daerah pertumbuhan pada ujung batang dan akar menurut aktivitasnya dapat dibedakan menjadi tiga bagian:

a)    Daerah pembelahan, terdapat dibagian ujung yang sel-selnya aktif membelah dan sifatnya tetap meristem.

b)    Daerah perpanjangan sel, terletak dibelakang daerah pembelahan yang merupakan daerah dimana setiap sel memiliki aktivitas untuk membesar dan memanjang.

c)    Daerah diferensiasi merupakan daerah yang sel-selnya memiliki struktur dan fungsi khusus. Meristem ujung batang membentuk primordia daun. Pada sudut daun dan batang terdapat sel-sel yang dipertahankan sebagai sel-sel meristematis yang akan berkembang menjadi cabang.

2.    Pertumbuhan Sekunder

Pada tumbuhan dikotil, selain terdapat jaringan meristem primer di ujung akar dan ujung batang, juga terdapat jaringan meristem sekunder. Jaringan meristem tersebut berupa kambium dan kambium gabus. Aktivitas kambium dan kambium gabus mengakibatkan pertumbuhan sekunder yaitu bertambah besarnya batang dan akar tanaman. Adapun proses pertumbuhan sekunder adalah sebagai berikut:

a)    Kambium vaskuler membelah ke arah dalam membentuk xilem dan ke arah luar membentuk floem.

b)    Parenkim batang atau akar di antara vasis berubah menjadi kambium intervaskuler.

c)    Felogen membelah ke arah luar membentuk feloderm.

B.   Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu perwujudan dari perubahan- perubahan yang bertahap ataupun yang berjalan cepat. Pada kategori perkembangan, dapat diukur sebagai pertambahan panjang, lebar atau luas. Namun tidak hanya perubahan kuantitatif saja yang dilihat, tetapi menyangkut perubahan kualitatif sel, jaringan dan organ yang disebut sebagai diferensiasi. Merupakan suatu contoh yang konkrit misalnya dalam peristiwa perkecambahan, perbungaan atau penuaan yang menghasilkan perubahan yang mendadak di dalam kehidupan atau pola pertumbuhan tumbuhan. Proses perkembangan lainnya berlangsung secara lambat atau bertahap selama proses seluruh hid up tumbuhan.[2]

C.   Perkecambahan

Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan dari embrio yang mengalami perubahan dimana plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang dan radikula tumbuh menjadi akar. Berdasarkan letak kotiledon saat berkecambah ada dua tipe perkecambahan, yaitu:

a.    Perkecambahan hypogeal. Pada perkecambahan hypogeal terjadi pertumbuhan memanjang dari epikotil yang menyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul diatas tanah. Kotiledon dan endosperma berada dalam tanah. Contohnya kacang merah dan kacang kapri.

b.    Perkecambahan epigeal. Pada perkecambahan epigeal terjadi pertumbuhan memanjang akibat kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Kotiledon berada diatas permukaan tanah. Contohnya kacang hijau dan kacang tanah.

D.   Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Berikut penjelasannya:[3]

1.    Faktor Internal

a.    Gen

Gen merupakan substansi yang menurunkan sifat dari induk kepada keturunannya. Gen bisa mengatur keadaan fisik dan non fisik tumbuhan, misalnya warna bunga atau rasa buahnya.

 

a.    Hormon

Hormon adalah zat yang mengendalikan fungsi tubuh pada tumbuhan. Contoh hormon pada tumbuhan antara lain auksin, giberelin, sitokinin, asam abisat, etilen, traumalin, dan kalin. Berikut beberapa jenis dan fungsi lainnya pada hormon tumbuhan:

1)    Auksin: berfungsi merangsang pertumbuhan akar, batang, bunga, buah, perkecambahan, dan membengkokkan batang.

2)    Sitokinin: berfungsi merangsang pembelahan sel, pertumbuhan akar, tunas, bunga, buah, dan menghambat penuaan.

3)    Giberelin: berfungsi merangsang pertumbuhan daun, bunga, buah, pemanjangan batang, serta perkecambahan biji dan tunas.

4)    Asam absisat: berfungsi menghambat pertumbuhan sel, menunda pertumbuhan, dan membantu dormansi.

5)    Gas etilen: berfungsi mempercepat pematangan buah, penebalan batang, kombinasi gas etilen dan auksin atau giberlin dapat memacu pembuangan.

6)    Asam traumalin: berfungsi merangsang regenerasi sel di bagian tumbuhan yang luka.

7)    Kalin: berfungsi merangsang pembentukan organ tumbuhan, misalnya akar (Rizokalin), batang (kaulokalin), daun (fitokalin), dan bunga (Autokalin/florigen)

2.    Faktor Eksternal

a.    Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting tumbuhan karena berhubungan dengan kemampuan melakukan fotosintesis, translokasi, respirasi, dan transpirasi. Pada tanaman, ada suhu maksimum dan minimum yang bisa diterima olehnya. Sebagian besar tumbuhan memerlukan temperatur sekitar 10°–38°C untuk pertumbuhannya.

b.    Cahaya

Cahaya berperan penting dalam proses fotosintesis. Apabila makanan yang dihasilkan dari proses fotosintesis berkurang atau bahkan tidak ada, jaringan menjadi mati karena kekurangan makanan. Cahaya yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan. Tanaman yang tumbuh di ruangan gelap akan berwarna pucat dengan batang lemah dan kurus. Pertumbuhan dalam tempat gelap semacam ini disebut etiolasi.

c.    Air

Air berfungsi untuk membantu biji berkecambah dan sebagai sumber zat fotosintesis. Selain itu, berfungsi untuk proses respirasi, sedangkan kelembapan berguna untuk mengatur proses perkecambahan.

d.    Mineral

Mineral diperlukan untuk proses pertumbuhan. Mineral yang diperlukan oleh tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu makroelemen (elemen dengan jumlah besar) dan mikroelemen (elemen dengan jumlah kecil).

e.    Kelembapan

Tanah lembap sangat cocok untuk pertumbuhan, terutama saat perkecambahan biji. Hal ini karena tanah lembap menyediakan cukup air untuk mengaktifkan enzim dalam biji serta melarutkan makanan dalam jaringan. Contoh tanaman yang tumbuh dengan baik pada dengan kelembapan udara dan tanah kelembapan rendah, yaitu lidah buaya (Aloevera) dan beberapa jenis tanaman anggrek.

 

 

f.     Oksigen

Setiap makhluk hidup memerlukan oksigen untuk respirasi aerob dalam tubuh. Melalui respirasinya, tumbuhan dapat memperoleh energi. Oleh karena itu, biji-biji tidak akan berkecambah tanpa adanya oksigen.



[1] http://digilib.unimed.ac.id/1641/79/Bab%20IV.pdf

[2]https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/43d7b79185f13b0e21274993c4537705.pdf

[3] https://tirto.id/mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-tumbuhan-beserta-faktornya-giW3

L. Edwin Arwana: Kecerdasan dan Komunikasi Hewan

 

Tugas Ekologi Hewan

 

 

“KECERDASAN DAN KOMUNIKASI HEWAN”

Dosen Pengampu: Dr. M. Harja Efendi, M. Pd.

 


 

 

JURUSAN PRODI IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MATARAM

2021

 

 

 

 


Kecerdasan dan Komunikasi Hewan

 

A.    Kecerdasan Hewan

(Gambar 1.1. Atraksi Gajah di Suatu Kebun Binatang)

Kecerdasan hewan atau kognitif hewan adalah nama yang diberikan dalam mempelajari kapasitas mental hewan. Ilmu ini telah dikembangkan dari psikologi komparatif, termasuk studi tentang pengkondisian dan pembelajaran hewan, tetapi juga telah sangat dipengaruhi oleh penelitian dalam bidang etologiekologi perilaku, dan psikologi evolusioner. Nama alternatif yang sering digunakan adalah kognitif etologi.[1] Etologi adalah suatu cabang ilmu zoology yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan, mekanisme, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.  Ilmu yang mempelajari perilaku atau karakter hewan tersebut digunakan di dalam pendekatan ilmu psikologi perkembangan.

Perilaku hewan merupakan wujud dari  kecerdasan, dalam hal ini adalah kecerdasan hewan. Beberapa dari kita mungkin pernah melihat perilaku hewan yang membuat kita menyimpulkan bahwa hewan memiliki kemampuan untuk berpikir seperti halnya manusia meskipun dalam kapasitas yang terbatas. Perilaku hewan yang muncul akibat respon terhadap stimulus yang datang menggambarkan bahwa hewan-hewan memiliki kemampuan berpikir walaupun sangat terbatas, kemampuan inilah yang disebut kecerdasan hewan. Mengamati seekor hewan dalam menyelesaikan suatu permasalahan (memberikan respon terhadap stimulus) membuat kita menyadari bahwa sistem sarafnya memiliki suatu kemampuan yang cukup untuk mengolah informasi.

 

B.    Latar Belakang Penelitian Kecerdasan Hewan

Perilaku hewan telah memikat imajinasi manusia dari zaman dahulu, dan selama berabad-abad banyak penulis telah berspekulasi tentang apakah hewan memiliki pikiran atau tidak, seperti yang ditulis oleh Descartes. Spekulasi tentang kecerdasan hewan secara bertahap membawa terhadap penelitian ilmiah setelah Darwin menempatkan manusia dan hewan pada sebuah kontinum, meskipun pendekatan Darwin sebagian besar anekdot dengan topik yang tidak akan dianggap cukup ilmiah di kemudian hari. Tidak puas dengan metode anekdot dari Darwin dan anak didiknya Romanes, E. L. Thorndike membawa perilaku hewan ke laboratorium untuk pemeriksaan yang lebih obyektif. Dengan cermat Thorndike mengamati kucing, anjing dan ayam dalam usaha melepaskan diri dari kotak teka-teki yang membuat dia menyimpulkan bahwa perilaku cerdas dapat bertambah dengan adanya asosiasi sederhana untuk itu inferensi untuk alasan hewan, wawasan, atau kesadaran adalah tidak diperlukan dan menyesatkan.[2]

C.    Hewan-Hewan dengan Tingkat Kecerdasan yang Tinggi

Berikut merupakan 5 hewan dengan tingkat kecerdasan yang tinggi:[3]

1.    Simpanse

Primata besar memang hewan yang memiliki kecerdasan tinggi, namun yang tertinggi di antara primata tersebut adalah simpanse. Simpanse kemampuan dalam menggunakan alat-alat sederhana seperti menggunakan ranting untuk memancing semut dari sarangnya. Sebab,mereka tahu semut bisa menggigit kalau dipegang langsung. Selain itu, mereka juga bisa menggunakan batu untuk membuka kulit kacang yang keras.

2.    Lumba-Lumba

Sebagaimana seperti simpanse, lumba-lumba juga bisa menggunakan alat. Untuk mencegah moncongnya terluka, seekor lumba-lumba menggunakan spons untuk menutupi mulutnya dan cara menggunakan spons tersebut ia ajarkan kepada anaknya. Lumba-lumba juga memiliki kemampuan untuk mengenali simbol dan mampu memecahkan masalah dengan baik. Kemampuan mengenali bayangan dirinya di dalam cermin juga menunjukkan bahwa lumba-lumba memiliki kecerdasan tinggi.

3.    Gajah

Salah satu bukti kecerdasan gajah terekam oleh National Geographic di Kenya pada tahun 2013. Beberapa ekor gajah ditemukan sedang berduka karena kematian pemimpin mereka, seekor gajah betina yang sudah tua. Mereka hanya berdiam diri dan mengelilingi mayat gajah betina itu, hal yang tidak biasa karena gajah biasanya selalu aktif bergerak. Gajah juga terkenal tidak pernah lupa. Mereka bisa mengingat wajah orang dalam waktu lama, termasuk orang-orang yang menyakitinya. Tidak hanya ingat, gajah juga bisa membalas dendam.

4.    Gurita

Gurita tidak memiliki senjata pada tubuhnya untuk mempertahankan diri, kecuali tinta. Akan tetapi, gurita memiliki kemampuan luar biasa untuk menipu lawan dengan berpura-pura menjadi hewan laut yang menyeramkan. Gurita juga memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan belajar dari gurita lain untuk memecahkan masalah.

5.    Burung Gagak

Sama seperti lumba-lumba dan simpanse, gagak juga bisa menggunakan alat dan memiliki kecerdasan yang cukup untuk menyelesaikan masalah. Terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan seekor burung gagak mencoba mengambil makanan dari dalam tabung yang berisi air. Untuk mengambil makanan dari tabung yang dalam tersebut, gagak itu menjatuhkan batu ke dalamnya sehingga volume air naik dan ia bisa dengan mudah mengambil makanan dari dalam tabung.

D.    Komunikasi Hewan

(Gambar 1.2. Komunikasi Manusia dengan Hewan)

Komunikasi hewan adalah semua perpindahan informasi pada bagian dari salah satu hewan yang memiliki efek pada perilaku sekarang atau masa depan dari hewan lainnya. Kajian mengenai komunikasi hewan—terkadang disebut zoosemiotik (didefinisikan sebagai ilmu komunikasi sinyal atau semiosis pada hewan; dibedakan dengan antroposemiotik, ilmu komunikasi manusia) -- telah memainkan peranan penting dalam metodologi dari etologi, sosiobiologi, dan ilmu kognisi hewan.

Komunikasi diperlukan karena juga berperan dalam berbagai aktifitas kehidupan seperti mencari makan ataupun rutinitas lainnya. Hewan, seperti halnya manusia juga berkomunikasi dengan sesamanya dalam menjalani kehidupannya. Komunikasi hewan lebih sering ditemukan dengan menggunakan suatu sinyal kompleks yang memuat berbagai informasi didalamnya.

Hewan berkomunikasi dengan lainnya dalam menyampaikan informasi yang dapat berupa informasi tentang letak makanan, kondisi lingkungan ataupun tanda bahaya akan predator atau perubahan lingkungan sekitar. Setiap hewan memiliki kelebihan tersendiri dalam hal komunikasi dengan sesamanya. Kelebihan tersebut merupakan modifikasi yang ada pada tubuh setiap hewan dalam menghadapi lingkungannya. Hewan berevolusi dengan variasi dengan tingkat spesifik yang tinggi. Dengan hasil perubahan tersebut, hewan memilki cara komunikasi dengan cara komunikasi suara dan komunikasi visual.[4]

E.     Bentuk Komunikasi Hewan

1.    Visual

a)    Gerak Isyarat. Bentuk komunikasi terbaik yang diketahui mengikutkan menampilkan bagian tubuh khusus, atau pergerakan tubuh tertentu; terkadang hal ini terjadi dengan kombinasi, sehingga sebuah aksi pergerakan tertentu untuk memperlihatkan atau menekankan suatu bagian tubuh tertentu. Sebagai contohnya, presentasi dari paruh induk camar herring memberikan sinyal memberi makanan kepada anak-anaknya.

b)    Ekspresi Wajah. Isyarat wajah memainkan peran peting dalam komunikasi hewan. Anjing sebagai contohnya mengekspresikan marah lewat menyeringai dan memperlihatkan giginya. Saat cemas telinga mereka akan tegak. Saat takut seekor anjing akan menarik telinga mereka ke belakang, memperlihatkan sedikit gigi dan menyipitkan matanya. Jeffrey Mogil mempelajari ekspresi wajah tikus dengan menaikan tingkat kesakitan. Didapatkan lima ekspresi wajah yang dapat dikenali dari percobaan tersebut; pengencangan orbital, mengembangnya hidung dan dagu, dan perubahan pada pembawaan telinga dan kumis.

c)    Tatapan Mengikuti. Koordinasi di antara hewan-hewan sosial dibantu dengan memonitor orientasi kepala dan mata satu sama lain. Telah lama diketahui dalam penelitian perkembangan manusia sebagai suatu komponen penting dari komunikasi, baru-baru ini mulai lebih banyak atensi pada kemampuan hewan untuk mengikuti tatapan dari hewan lain yang berinteraksi dengan mereka, baik itu anggota dari spesies mereka sendiri atau manusia. Penelitian telah dilakukan pada kera, monyet, anjing, burung, dan kura-kura, dan berfokus pada dua kerja berbeda: "menatap mengikuti yang lain menjarak menjauh" dan "menatap mengikuti yang lain secara geometris di sekitar penghalang pandangan misalnya dengan mengubah posisi mereka sendiri untuk mengikuti yang diperhatikan saat pandangan mereka ditutup oleh suatu penghalang". Kemampuan pertama telah ditemukan di antara sejumlah besar hewan, sementara yang kedua yang didemonstrasikan oleh kera, anjing (dan serigala), dan corvid (gagak), dan percobaan untuk mendemonstrasikan "tatapan mengikuti geometris" pada marmoset dan ibis memberikan hasil negatif. Para peneliti belum memiliki gambaran jelas tentang dasar kognitif dari kemampuan mengikuti tatapan, namun bukti perkembangan mengindikasikan bahwa mengikuti tatapan "sederhana" dan mengikuti tatapan "geometris" kemungkinan bergantung pada fondasi kognitif yang berbeda.[5]

d)    Tontonan Visual Aktif. Beberapa cephalopod, seperti oktopus dan cumi, memiliki sel kulit khusus (chromatophores) yang bisa mengubah warna, opasitas, dan refleksi kulit mereka. Selain digunakan sebagai kamuflase, perubahan cepat pada warna kulit juga digunakan saat berburu dan pada ritual perkawinan.[6] Perubahan warna pada cumi bisa secara khusus mengindikasi bahwa mereka mampu mengkomunikasikan dua sinyal yang berbeda secara bersamaan dari dua sisi tubuh mereka yang berlawanan. Saat cumi jantan mengawini betina pada saat adanya jantan yang lain, dia memperlihatkan dua sisi berbeda: pola jantan menghadap ke betina, dan pola betina menghadap ke arah sebaliknya, untuk menipu pejantan lainnya.

e)    Tontonan Visual Pasif. Banyak hewan mengkomunikasikan informasi tentang diri mereka tanpa perlu mengubah perilaku mereka. Sebagai contohnya, dimorfisme seksual pada ukuran atau pelage mengkomunikasikan jenis seks dari hewan. Sinyal pasif lainnya bisa siklis secara alami. Sebagai contohnya, pada babun olive, permulaan dari ovulasi pada betina adalah suatu sinyal bagi pejantan bahwa dia siap untuk dikawinkan. Selama ovulasi, wilayah kulit pada anogenital (dubur kelamin) betina membesar dan berwarna merah/merah jambu cerah.[7]

f)     Komunikasi Bioluminesensi. Cara komunikasi dengan menghasilkan cahaya terjadi umumnya pada vertebrata dan invertebrata laut, biasanya di kedalaman (misalnya ikan pemancing). Dua bentuk terkenal dari bioluminesensi darat adalah Kunang-kunang dan Cacing kilau. Serangga lainnya, larva serangga, annelidarachnid dan bahkan spesies jamur memiliki kemampuan bioluminesensi. Beberapa hewan bioluminesensi menghasilkan cahaya dari diri sendiri sementara yang lainnya memiliki hubungan simbiotik dengan bakteri bioluminesensi.

2.    Suara

Kebanyakan hewan berkomunikasi lewat vokalisasi. Komunikasi lewat vokalisasi adalah esensial bagi banyak pekerjaan termasuk ritual-ritual perkawinan, teriakan peringatan, menyampaikan lokasi dari sumber makanan, dan pembelajaran sosial. Teriakan kawin jantan digunakan untuk memberikan sinyal pada betina dan untuk mengalahkan saingan pada spesies seperti kelelawar kepala-palu, rusa merah, paus humpback dan gajah segel.[8] 

3.    Penciuman

Banyak mamalia, secara khusus, memiliki kelenjar yang menghasilkan bau yang berbeda dan tahan-lama, dan memiliki perilaku yang berhubungan dengan meninggalkan bau tersebut pada tempat-tempat yang telah mereka singgahi. Terkadang subtansi bau diperkenalkan lewat air kencing atau tinja. Terkadang ia didistribusikan lewat keringat, walau ini tidak meninggalkan tanda semi-permanen seperti halnya bau yang di simpan permukaan dasar. Beberapa hewan memiliki kelenjar pada tubuh mereka yang fungsi keseluruhannya tampak untuk menyimpan tanda-tanda bau: sebagai contohnya Gerbil mongolian memiliki sebuah kelenjar bau di perut mereka, dan sebuah karakteristik aksi menggosok-gosokan ventral yang menyimpan bau dari situ. Semut-semut menggunakan feromon untuk membuat bau jejak ke makanan sebagaimana halnya untuk peringatan, atraksi perkawinan dan untuk membedakan antar koloni. Sebagai tambahan, mereka memiliki feromon yang digunakan untuk membingungkan musuh dan memanipulasi mereka sehingga berkelahi satu sama lain.[9]

4.    Listrik

Suatu bentuk komunikasi hewan yang jarang terjadi adalah elektrokomunikasi. Ia terlihat umumnya pada makhluk hidup air, beberapa mamalia, terutama platipus dan echidna mampu melakukan resepsielektro dan ini secara teori merupakan elektrokomunikasi.

5.    Seismik

Terkadang disebut komunikasi vibrasi, merupakan penyampaian informasi lewat vibrasi seismik dari suatu media. Media tersebut bisa bumi, akar atau daun tanaman, permukaan air, jaring laba-laba, sarang madu, atau berbagai tipe media tanah. Komunikasi vibrasi adalah modalitas sensor purba dan ia tersebar dalam kerajaan hewan dan ia telah berkembang beberapa kali secara independen. Ia telah ditemukan pada mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, laba-laba, krustasea dan cacing nematoda.[10] Vibrasi dan kanal komunikasi lainnya tidak harus berdiri sendiri, tetapi dapat digunakan dalam komunikasi multi-dasar.

F.     Jenis Komunikasi Hewan

1.   Komunikasi Intraspesifik. Kebanyakan komunikasi hewan terjadi antara anggota spesies yang sama dan ini adalah konteks yang secara intensif paling dikaji. Umunyak bentuk dan fungsi dari komunikasi yang dijelaskan di atas bergantung pada komunikasi intraspesifik.

2.   Komunikasi Interspesifik. Banyak contoh dari komunikasi terjadi antara anggota dari spesies berbeda. Hewan-hewan berkomunikasi ke hewan lain dengan berbagai sinyal-sinyal: visual, suara, ekolokasi, getaran, bahasa tubuh, dan bau.

a)    Mangsa ke Pemangsa

Jika hewan buruan bergerak, membuat suara atau getaran, atau mengeluarkan bau dengan suatu cara sehingga si pemangsa dapat mendeteksinya, hal ini konsisten dengan definisi "komunikasi" yang diberikan di atas. Tipe dari komunikasi ini dikenal dengan mendengar interseptif, dengan si pemangsa menangkap pesan yang disampaikan sebagai sejenis.

b)    Pemangsa ke Mangsa

Beberapa pemangsa berkomunikasi ke mangsa dengan suatu cara yang mengubah perilaku mereka dan membuat penangkapan lebih mudah, sebagai efek menipu mereka. Contoh yang terkenal yaitu Ikan angler, yang memiliki tonjolan gemuk bioluminisensi yang tumbuh dikeningnya dan teruntai di depan mulut mereka; ikan kecil mencoba mengambil umpan tersebut, dan karena melakukan hal tersebut secara sempurna menempatkan mereka untuk dimakan oleh ikan angler.

c)    Manusia/Hewan

Berbagai cara manusia mengartikan perilaku hewan domestik, atau memberikan perintah kepada mereka, konsisten dengan definisi dari komunikasi interspesies. Bergantung kepada konteks, mereka mungkin dianggap sebagai komunikasi pemangsa ke mangsa, atau untuk merefleksikan bentuk commensalisme. Percobaan terbaru untuk bahasa hewan adalah mungkin usaha paling mutakhir untuk mencapai komunikasi manusia/hewan, walau relasi mereka terhadap komunikasi hewan alamiah tidak begitu jelas. Kurangnya penelitian komunikasi manusia-hewan adalah fokus pada komunikasi ekspresif dari hewan ke manusia secara spesifik. Sejak akhir 1990-an, salah satu ilmuwan, Sean Senechal, telah mengembangkan, meneliti, dan menggunakan bahasa ekspresif, yang dapat dipelajari secara visual pada anjing dan kuda. Dengan mengajarkan hewan-hewan tersebut suatu gerak isyarat (buatan manusia) mirip bahasa bahasa isyarat amerika, hewan-hewan tersebut diketahui menggunakan isyarat-isyarat baru dengan cara mereka sendiri untuk meraih yang mereka inginkan. 

G.    Fungsi Komunikasi Hewan

1.   Interaksi agonistik: semua hal yang berkaitan dengan kontes dan agresi antar individu. Banyak spesies memiliki pemameran ancaman yang berbeda yang dibentuk selama kompetisi untuk makanan, pasangan atau wilayah; kebanyakan lagu burung berfungsi dengan cara tersebut. Terkadang ada pemameran penyampaian kecocokan, dengan individu yang terancam akan membuat mereka mengetahui dominasi sosial dari si pengancam; hal ini memiliki efek berhentinya episod agresif dan membuat hewan yang dominan memiliki akses tak terbatas terhadap sumber yang dipersengketakan. Beberapa spesies juga memiliki pemameran afiliatif yang dibentuk untuk mengindikasikan bahwa hewan yang dominan menerima kehadiran hewan lain.

2.   Ritual-ritual perkawinan: sinyal-sinyal yang dibuat oleh salah satu anggota jenis kelamin untuk menarik atau menjaga perhatian dari pasangan yang berpotensi, atau untuk mengukuhkan suatu ikatan pasangan. Hal ini sering mengikutkan pemameran bagian tubuh, postur tubuh (Kijang mengasumsikan karakteristik yang ditampilkan sebagai sebuah sinyal untuk memulai perkawinan), atau pengeluaran bau atau teriakan, yang unik pada spesies, yang menyebabkan individu-individu tersebut menghindari perkawinan dengan anggota dari spesies lain yang akan menyebabkan infertil. Hewan-hewan yang membentuk ikatan pasangan yang abadi terkadang memiliki bentuk simetris yang mereka buat satu sama lain: contoh terkenalnya adalah presentasi mutual dari buluh oleh Burung grebe jambul besar, yang diteliti oleh Julian Huxleypemameran kemenangan yang diperlihatkan oleh banyak spesies angsa dan penguin pada situs sarang mereka dan pemameran perkawinan spektakuler dari Burung-burung cendrawasih dan manakin.

3.   Kepemilikan/wilayah: sinyal-sinyal digunakan untuk mengklaim atau mempertahankan suatu wilayah, makanan, atau pasangan.

4.   Sinyal berhubungan-dengan-Makanan: banyak hewan-hewan membuat "teriakan makanan" yang menarik pasangan, atau keturunan, atau anggota dari kelompok sosial ke sumber makanan. Saat induk memberi makan anaknya, anak tersebut terkadang memiliki respon meminta (terutama bila banyak anak dalam sebuah sarang hal ini cukup dikenal pada altrisial burung berkicau, sebagai contohnya). Terkadang sinyal memberi-makan yang paling terperinci adalah Tarian Waggle dari lebah madu yang diteliti oleh Karl von Frisch. Gagak muda memberikan sinyal ke yang tua, gagak yang lebih berpengalaman saat mereka menemukan makanan baru atau yang belum pernah dicoba.

5.   Teriakan peringatan: sinyal-sinyal yang dibuat saat adanya suatu ancaman dari pemangsa, membuat semua anggota dari grup sosial (dan terkadang anggota dari spesies lain) berlari untuk berlindung, menjadi berhenti, atau berkumpul menjadi sebuah grup untuk mengurangi risiko diserang.

6.   Meta-komunikasi: sinyal-sinyal yang mengubah makna dari sinyal selanjutnya. Salah satu contoh yaitu wajah bermain pada anjing, yang mensinyalkan bahwa sinyal agresif berikut adalah bagian dari bermain berkelahi daripada sebuah episode agresif yang serius.

 

SUMBER RUJUKAN:                                                              

Bickerton, Derek. 2009. Adam's Tongue: How Humans Made Language, How Language Made Humans. New York. NY: Hill and Wang. Print

Hanlon, R.T. (1996). Cephalopod BehaviourCambridge University Press. hlm. 121. ISBN 0-521-64583-2.

Hill, P. S. M., (2008). Vibrational Communication in Animals. Harvard, Cambridge, London.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_hewan, diakses pada tanggal 01 Juni 2021.

https://kumparan.com/kumparansains/9-hewan-paling-cerdas-di-bumi/full, diakses pada tanggal 02 Juni 2021.

Motluk, Alison. 2001. "Big Bottom". New Scientist. 19(7).

Rabin, L. A., B. McCowa., S.L Hooper, and D. H Owings. 2003. Anthropogenic Noise and its Effect on Animal Communication: An Interface Between Comparative Psychology and Conservation Biology. International Journal of Comparative Psychology. (16): 172 – 192.

Range F., (2011), Development of Gaze Following Abilities in Wolves (Canis Lupus), PLoS ONE. 6(2): e16888. DOI:10.1371/journal.pone.0016888

Shettleworth, S. J. (2010). Cognition, Evolution and Behavior (2nd ed) New York: Oxford.

Slabbekoorn, Hans, Smith, Thomas B. (2002). "Bird Song, Ecology and Speciation." Philosophical Transactions: Biology Sciences 357. 14(20): 493-503. Print.



[1] Shettleworth, S. J. Cognition, Evolution and Behavior (2nd ed), New York: Oxford, 2010.

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_hewan, diakses pada tanggal 01 Juni 2021.

[4] Rabin, L. A., B. McCowa., S.L Hooper, and D. H Owings., Anthropogenic Noise and its Effect on Animal Communication: An Interface Between Comparative Psychology and Conservation Biology, International Journal of Comparative Psychology, 2003, (16): 172 – 192.

[5] Range F., Development of Gaze Following Abilities in Wolves (Canis Lupus), PLoS ONE, 2011, 6(2): e16888. DOI:10.1371/journal.pone.0016888

[6] Hanlon, R. T., Cephalopod BehaviourCambridge University Press, (1996), hlm. 121. ISBN 0-521-64583-2.

[7] Motluk, Alison, "Big Bottom", New Scientist, 2001, 19(7).

[8] Slabbekoorn, Hans, Smith, Thomas B., "Bird Song, Ecology and Speciation." Philosophical Transactions: Biology Sciences 357, 2002, 14(20): 493-503. Print.

[9] Bickerton, Derek. Adam's Tongue: How Humans Made Language, How Language Made Humans. New York, NY: Hill and Wang, 2009. Print

[10] Hill, P.S.M., Vibrational Communication in Animals, Harvard, Cambridge, London, (2008).