Monday 4 January 2021

L. Edwin Arwana: Makalah Akhlak Mazmumah (Akhlak Tercela)

 

Makalah Akhlak Tasawuf

 

 

“AKHLAK MAZMUMAH”

 


 



 

JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MATARAM

2019

 

 

 

 


KATA PENGANTAR

 

Segala puji dan syukur atas ke hadirat Allah yang Maha Esa yang karena limpahan nikmat serta hidayah-Nya kepada kita semua terlebih penyusun sehingga akhirnya Makalah Akhlak Tasawuf ini dapat terselesaikan. Kedua kalinya sholawat serta salam kepada Nabi kita tercinta Muhammad shallallah alaihi wasallam yang dengan perjuangan, kerja keras serta semangat beliau akhirnya kita dapat merasakan manisnya Islam.

Makalah Akhlak Tasawuf ini telah kami susun semaksimal mungkin, dan kami haturkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama untuk dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf bapak Lukman Taufik, M. Pdi. serta pihak-pihak terkait dan rekan-rekan sekalian atas segala bimbingan dan pengajaran serta bantuannya sehingga dapat lebih mempermudah dalam penyusunannya. Kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan guna mempermudah kami dalam menyempurnakan makalah ini.

Penyusun mengharapkan semoga nantinya makalah Akhlak Tasawuf ini dapat diambil hikmah serta memberikan mamfaat bagi generasi bangsa kedepannya guna menciptakan kemajuan serta kedamaian di negeri kita tercinta Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

COVER

KATA PENGANTAR                                                                                  ii

DAFTAR ISI                                                                                                 iii

BAB I PENDAHULUAN                                                                             1

A.  Latar Belakang                                                                               1

B.  Rumusan Masalah                                                                          2

C.  Tujuan                                                                                             2

BAB II PEMBAHASAN                                                                              3

A. Pengertian Akhlak Mazmumah                                                      3

B.  Macam-macam Akhlak Mazmumah                                              5

C.  Dampak Negatif  Akhlak Mazmumah                                            9

BAB III PENUTUP                                                                                      12

A.  Kesimpulan                                                                                     12       

B.  Saran                                                                                              12

DAFTAR PUSTAKA                                                                                              

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Akhlak mazmumah merupakan gabungan dari dua jenis kata yakni akhlak dan mazmumah. Dimana akhlak secara harfiah memiliki arti perangai sedangkan mazmumah berarti jelek. Secara terminology akhlak mazmumah berarti perangai yang buruk. Dimana perangai ini hendaknya dihindari karenanya menimbulkan sesuatu yang buruk bagi untuk diri sendiri maupun lingkungan social. Diantara jenis dari akhlak mazmumah sendiri adalah bohong, khianat, hasad, namimah serta masih banyak lagi.

Pada zaman sekarang penyakit social pada masyarakat merupakan rentetan dari serangkaian akhlak mazmumah yang ada pada diri mereka. Yang menyebabkan mereka menjadi sampah bagi masyarakat. Kasus premanisme, korupsi, prostitusi berakar dari akhlak mazmumah. Oleh karenanya pemerintah kemudian membuat kebijakan dengan perubahan kurikulum dari yang menitik beratkan pada pembentukan kecerdasan kognitif diubah menjadi lebih universal atau penitik beratan pada segala aspek ilmu pengetahuan, baik kognitif, psikomotorik dan afektif.

Diharapkan dengan adanya makalah ini, penyusun dapat lebih mengetahui terkait dengan akhlak mazmumah serta kiat-kiat untuk menghindarinya. Kemudian penyusun juga berharap dapat ikut mengambil andil dalam melaksanakan UUD 1945 mengenai bagaimana caranya agar dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang cerdas dan bermartabat. Sehingga nantinya tercipta kondisi negara yang aman, maju dan sejahtera.

B.       Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan akhlak mazmumah?

2.      Apa saja jenis-jenis dari akhlak mazmumah?

3.      Bagaimana dampak akhlak mazmumah bagi kehidupan manusia?

 

 

C.      Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari akhlak mazmumah.

2.      Untuk mengetahui jenis-jenis dari akhlak mazmumah.

3.      Untuk mengetahui dampak akhlak mazmumah bagi kehidupan manusia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Pengertian Akhlak Mazmumah (Tercela)

Menurut bahasa, akhlak merupakan tingkah laku, perbuatan, tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur perilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir.  Akhlak buruk atau tercela merupakan suatu sikap atau perbuatan jelek yang dilarang oleh agama. Karena pada dasarnya agama mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik terutama menjaga perilaku serta perbuatan yang akan kita lakukan. Dengan berlandaskan agama, maka sikap tercela ini sebenarnya bisa dicegah karena ancaman serta sangsi yang akan didapatkan dalam waktu cepat maupun di kehidupan selanjutnya.

Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak mahmudah disebut akhak madzmumah. Akhlak madzumah juga merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia. Bentuk-bentuk akhlak madzmumah ini bisa berkaitan dengan Allah SWT., Rasulullah, dirinya, keluarganya, masyarakat, dan alam sekitarnya.

Akhlak madzmumah ialah perangai atau tingkah laku yang tercermin pada diri manusia yang cenderung melekat dalam bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Dalam beberapa kamus dan ensiklopedia dihimpun pengertian “buruk” sebagai berikut:

1.         Rusak atau tidak baik, jahat, tidak menyenangkan, tidak elok, jelek.

2.         Perbuatan yang tidak sopan, kurang ajar, jahat, tidak menyenangkan.

3.         Segala yang tercela, lawan baik, lawan pantas, lawan bagus, perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma atau agama, adat istiadat, dan masyarakat yang berlaku.

Akhlakul madzmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak. Akhlak secara fitrah manusia adalah baik, namun dapat berubah menjadi akhlak buruk apabila manusia itu lahir dari keluarga yang tabiatnya kurang baik, lingkungannya buruk, pendidikan tidak baik dan kebiasaan-kebiasaan tidak baik sehingga menghasilkan akhlak yang buruk.

B.       Macam-macam Akhlak Mazmumah

Di dalam kehidupan ini banyak sekali kita menjumpai perilaku tercela, namun kita akan membahas sebagian dari perilaku tercela tersebut:

1.      Hasad 

Menurut sebagian besar ulama, hasad (dengki atau iri hati) merupakan akar dari semua penyakit hati. Karena sifat ini merupakan manifestasi dosa pertama serta penyebab ketidakpatuhan terhadap Allah SWT.  Sebagaimana sifat setan yang tidak mau mematuhi perintah Allah untuk memberi hormat kepada Nabi Adam AS. karena ia merasa iri hati terhadap Nabi Adam yang dipilih Allah untuk menjadi wakil-Nya di bumi. Oleh karena itu, setan selalu menebarkan (hasid atau hasud) rasa iri hati dalam diri manusia agar menyandang sifat yang sama dengannya.[1]Pada dasarnya  hasad merupakan akibat dari dendam dan dendam merupakan akibat dari kemarahan dan kebencian terhadap apa yang dilihatnya (tentang kondisi kebaikan keadaan yang dicemburui).

Pada hakikatnya hasad adalah  membenci kenikmatan Allah kepada saudaranya, akan tetapi tentang hasad ini dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada saudaranya dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang darinya. Ini merupakan hasad yang paling tercela. Kedua, seseorang yang membenci kenikmatan yang Allah bagi kepada saudaranya dan tidak ada keinginan nikmat itu hilang darinya, tetapi ia menginginkan sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal semacam ini disebut ghitbah.[2]

Terkadang untuk hasad jenis kedua ini disebut dengan al-munafasah (berlomba), berlomba dalam permasalahan yang disenangi untuk mendapatkan dan memilikinya. Akan tetapi, munafasah ini tidak mutlak tercela, bahkan terpuji bila dalam kebaikan.[3] Adapun berharap agar Allah memberikan kenikmatan seperti itu kepadanya tidaklah tercela jika dalam urusan agama.  Dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan bahwa bahaya yang ditimbulkan dari rasa dengki atau hasad  ini ada 8 macam, yaitu :

a.       Merusak ketaatan.

b.      Menjuruskan kepada perbuatan maksiat, karena hasad tidak lepas dari bohong, caci maki, fitnah, dan ghibah.

c.       Meniadakan syafaat.

d.      Masuk ke dalam neraka.

e.       Menyebabkan suka menggoda/mengganggu orang lain.

f.        Mengakibatkan rasa letih dan takut yang tidak ada gunanya, bahkan selalu dibarengi dengan perbuatan dosa dan maksiat.

g.      Menyebabkan buta hati, dimana ia tidak dapat menerima dan memahami hukum-hukum Allah yang baik h. Menyebabkan kegagalan yang pada akhirnya tidak bisa mencapai apa yang menjadi maksudnya dan selalu dikalahkan oleh lawannya.[4]

Menurut Imam Mawlud sebagaimana yang dikutip oleh Hamza Yusuf, ada beberapa cara untuk mengobati penyakit iri hati, yaitu :

a.    Melawan hawa nafsu yang dapat menerima seseorang dari kebenaran dengan cara melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi objek iri hati.

b.    Menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa iri hati tidak akan pernah memberikan manffat bagi pelakunya.

c.    Menyadari bahwa apa yang seseorang peroleh sesungguhnya dari Allah dan juga akan kembali kepada-Nya.

d.    Taqwa, memiliki perasaan takut terhadap Allah dan iman yang tinggi sehingga dapat menjauhkan seseorang terhadap dugaandugaan yang salah atas ketidaksesuaian karunia.[5]

2.      Riya’

Riya’ itu berasal dari kata ru’yah yang berarti melihat. Menurut Imam Al-Ghazali, riya’ asalnya mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’ merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakukan ritual ibadahnya hanya untuk memperoleh tempat di hati orang lain. Sifat seperti ini termasuk salah satu bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah SWT.  Rasulullah mengibaratkan perilaku seperti ini sebagai “syirik kecil” sebagaimana sabda beliau,  Aku tidak khawatir seandainya kalian akan menyembah matahari, bintang-bintang, bulan. Namun, aku lebih khawatir kalian beribadah bukan karena Allah, melainkan karena riya’[6] Akar sumber riya’ adalah keinginan, yakni menginginkan sesuatu dari sebuah sumber selain Allah (yaitu manusia). Misalnya, keinginan yang selalu di puji, pandangan masyarakat akan kebaikannya, kedudukannya, dan lain-lain.  Adapun yang menjadi tanda-tanda riya’ menurut Imam Mawlud adalah :

a.       Malas dan kurang melakukan sesuatu yang semata-mata karena Allah SWT. Misalnya, ketika berada dirumah tidak ada rasa keinginan untuk membaca Alquran, namun ketika banyak orang seperti di masjid ia membaca Alquran dengan suara yang merdu.

b.      Meningkatkan perilaku-perilaku ketika dipuji dan menurunkannya ketika tidak ada pujian.[7]

Riya’ biasanya dikenal dengan sikap menampakkan ibadah atau ketaatan dihadapan orang banyak. Namun, ada juga riya’ yang sifatnya tersembunyi, yaitu sikap ketika seseorang menghindari riya’ tetapi justru melakukannya untuk riya’. Misalnya, seseorang sengaja menghindari khalayak agar tidak disangka riya’. Kemudian ia sengaja berkhalwat dan menyendiri. Namun, dibalik itu semua, ia justru ingin dilihat dan dipuji orang lain. Disanalah terdapat riya’ yang tersembunyi.[8]

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit riya’ dapat menghancurkan pahala seseorang dan merupakan sebab dari kemurkaan Allah SWT. Riya’ juga merupakan salah satu perbuatan dosa besar. Oleh karena itu, seseorang harus berusaha untuk menghilangkan penyakit ini dari dalam hatinya. Cara untuk menghindari perbuatan seperti ini seseorang yang beriman harus menyadari bahwa sesungguhnya Allah adalah dzat yang paling layak dipuji. Semestinya kita harus merasa malu ketika dipuji karena Dia yang menganugerahkan karunia yang besar sehingga aib seseorang hamba tertutup dan kebaikannya tampak di mata manusia. Jika saja Allah menampakkan aib tersebut walau hanya kecil saja, maka tidak akan ada orang yang mau memuji. Sehingga dengan begitu kita dapat memurnikan dari perburuan yang sia-sia dan riya’.[9]

Adapun cara untuk menyembuhkan penyakit seperti ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a.       Melepaskan penyakit riya’ sampai akar-akarnya, yaitu cinta kedudukan dan jabatan.

b.      Mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya’ ketika beribadah.[10]

3.      Hubbud Dunya

Hubbud Dunya adalah cinta dunia yang berlebihan, merupakan induk segala kesalahan (maksiat) serta perusak agama. Yaitu mencintai kehidupan dunia dan melainkan kehidupan akhirat. Penyakit inilah yang menyebabkan seorang muslim menjadi lemah. Sehingga musuh-musuh dengan leluasa menebar rasa takut dan sifat pengecut dalam dirinya, syaitan-syaitan (manusia dan jin) dengan mudah menyesatkannya. Sementara orang-orang kafir dan musuh Islam lainnya memandangnya dengan sebelah mata.

Mencintai dunia akan mengakibatkan banyak melakukan kesalahan dan dosa ketika hidup di dunia. Firman Allah SWT dalam surah Al-Hadid ayat 20 yang artinya :

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para Petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

 Adapun obat untuk menghindari dari perbuatan Hubbud Dunya, yaitu : Nabi SAW telah memberikan wasiatnya yang merupakan formula bagi jenis penyakit tersebut. Rasulullah SAW bersabda : “Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwasanya Rasukullah SAW, bersabda : perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur segala kelezatan, yaitu kematian.” (H.R. An-Nasaai No. 1824, Tirmidzi No. 2307 dan Ibnu Majah No. 4258 dan Ahmad)

4.      Sum’ah

Secara bahasa sum’ah adalah diperdengarkan kepada orang lain, adapun secara istilah yaitu beribadah dengan benar dan ikhlas karena Allah, kemudian menceritakan amal perbuatannya kepada orang lain.[11] Adapun sum’ah mempunyai hubungan erat sekali dengan riya’, bahkan tergolong sama. Akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Perbedaan antara riya’ dan sum’ah menurut Al-Hafizh yaitu Riya’ adalah memperlihatkan amal dan perbuatan dengan maksud mendapatkan pujian seperti shalat, adapun sum’ah merupakan amalan yang diperdengarkan kemudian menceritakan perbuatannya (sudah dikerjakan dengan penuh keikhlasan, namun pada akhirnya mengharapkan pujian yang sifatnya duniawi.

Perbedaan riya’ dan sum’ah adalah pada riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan sum’ah beramal supaya

diperdengarkan kepada orang lain. Riya’ berkaitan dengan indramata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga.[12] Kata sum’ah berasal dari kata samma’a (memperdengarkan). Kalimat “samma’an naasa bi’amalihi” digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.[13] Dalam Alquran Allah mengingatkan kepada kita mengenai sifat sum’ah dan riya’ ini dalam Q.S. Al-Baqarah : 264 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia.”

5.      Ujub

Ujub merupakan sifat tercela dimana seseorang membanggakan diri sendiri karena merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Seperti ujubnya orang alim yang merasa dirinya telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu, perbuatan, dan akhlak. Orang yang menyandang sifat ini biasanya ia melupakan bahwa nikmat yang diperoleh adalah dari Allah melainkan dari usahanya sendiri.[14]

Sifat ujub selalu diikuti dengan idlal (mengharap balasan). Oleh karena itu, setiap orang yang melakukan idlal pasti ia memiliki sifat ujub. Akan tetapi, tidak semua orang yang ujub melakukan idlal. Orang yang memiliki sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya Q.S Al-Mudassir ayat 6 yang artinya : 

Dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.”

Ujub membawa pengaruh negatif yang sangat banyak, ia dapat menghantarkan ke arah kesombongan. Di hadapan Allah, orang yang memiliki sifat ujub menyebabkan ia menjadi lupa dan meremehkan dosadosanya karena merasa telah melakukan ibadah yang sempurna sehingga beranggapan dosa yang dilakukan tidak ada apa-apanya dengan ibadah yang telah dilakukan.

Ujub dapat mengakibatkan seseorang lupa bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah sehingga menjadikannya kufur nikmat.[15] Adapun untuk  mengobati penyakit ujub seseorang harus menyadari bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah dari Allah yang merupakan buah dari cinta dan ibadah bukan karena ia berhak menerimanya dan Allah wajib melakukannya. Kemudian, cara yang lainnya harus selalu menanamkan ketakutan akan hilangnya nikmat itu akibat tindakan ujub yang dilakukan.[16]

C.      Dampak Negatif Akhlak Mazmumah

Dampak negative yang dapat ditimbulkan oleh pelaku dari orang yang memiliki akhlak mazmumah, diantaranya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya, keluarganya serta masyarakat tempatnya tinggal. Bagi dirinya sendiri:

1.      Hatinya tidak tenang karena telah melakukan perbuatan buruk

2.      Disempitkan rezekinya

3.      Dikucilkan dari kehidupan social

4.      Hidupnya selalu diliputi dengan kepelikan

 

Bagi keluarganya:

1.      Mencemari nama keluarga.

2.      Keturunannya menjadi jelek.

3.      Keberkahan dalam keluarganya menjadi kurang.

4.      Keluarganya selalu dalam keresahan.

5.      Keluarganya malu akan perilakunya.

Bagi masyarakat:

1.      Mencemari nama baik tempat yang ditinggalinya.

2.      Menimbulkan keresahan di lingkungan sekitar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

 PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Akhlak merupakan tingkah laku, tabiat, atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah merupakan suati pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur perilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir. Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak mahmudah disebut akhak madzmumah. Akhlak madzumah juga merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia.

Macam-macam dari akhlak mazmumah ada banyak sekali, seperti hasad, riya’, hubbud dunya, sum’ah, ujub, takabur, itbaul hawa, ghibah, dan masih banyak lagi. Akhlak tercela diatas merupakan suatu sikap jelek yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang dilakukan jauh dari apa yang dilarang agama dan tidak diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang melakukan akhlak tercela akan mendapat kesulitan baik di dunia maupun di akhirat.

Dapak negative dari pelaku akhlak mazmumah sangatlah beragam diantaranya dikucilkan oleh masyarakat, hidupnya tidak berkah, selalu dala keadaan tidak tenang, rezekinya dipersempit serta kehidupan keluarganya menjadi tidak tentram. Dampak lainnya kehidupan masyarakat menjadi kurang makmur.

B.       Saran

Saran yang membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan guna membantu dalam penyempurnaan makalah ini.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Yusuf, Hamzah. 2009. Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah. Jakarta: Lentera Hati.

Al-Ghazali, M. Hamid, Abu. Mutiara Ihya’ Ulumuddin: Ringkasan Yang Ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan  Kurniawan. Bandung: Mizan.

Masykur, Anis. 2002. Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah: Terjemahan Majmu’ Fatwa Syaikh Al-Islam Ahmad Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab Ilm Al-Suluk. Jakarta: Hikmah.

Usman Asy Syakir Al-Khaubawiyyi. Durratun Nasihin: Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahsa oleh Rosilin Abd. Gani. Semarang: Wicaksana.

Sati, pakih. 2013. Syarah Al-Hikam: Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta Motivasinya. Jogjakarta: Diva Press.

Hawwa, Sa’id. 2006. Tazkiyatun Nafs: Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais. Jakarta: Pena Pundi Aksara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 



[1] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah, (Jakarta : Lentera Hati, 2009 ), hlm. 51-52

[2] Abu Hamid M. Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan Yang Ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan  Kurniawan, (Bandung : Mizan, 2008 ), hlm. 265 

[3] Anis Masykur, Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah : Terjemahan Majmu’ Fatwa Syaikh Al-Islam Ahmad Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab Ilm Al-Suluk, (Jakarta : Hikmah, 2002), hlm. 132

[4] Usman Asy Syakir Al-Khaubawiyyi, Durratun Nasihin : Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahsa oleh Rosilin Abd. Gani, (Semarang : Wicaksana), hlm. 162-164

[5] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku : Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah, (Jakarta : Lentera Hati, 2009), hlm. 57-62

[6] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung : Mizan, 2008), hlm. 294-301

[7] Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku : Terapi Jitu Mmebersihkan Hati dari Sifat-sifat yang tidak Disukai Allah, (Jakarta : Lentera Hati, 2009), hlm. 84-85

[8] Pakih Sati, Syarah Al-Hikam : Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta Motivasinya, (Jogjakarta : Diva Press, 2013 ), hlm.  308

[9] Pakih Sati, Syarah Al-Hikam : Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta Motivasinya, (Jogjakarta : Diva Press, 2013 ), hlm.  276

[10] Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs : Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 209

[11] Syeikh Ahmad Rifa’i; Riayah Akhir, Bab Tasawuf, Juz 2, korasan 23 halaman 2 baris 3

[12] Dr. Sulaiman Al-Asyqor, Al-Ikhlas, halaman 95

[13] Kitab Lisanul Arab, 8/165

[14] Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan yang ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung : Mizan, 2008), hlm. 308

[15] Sa’id Hawa, Tazkiyatun Nafs : Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 232-235

[16] Sa’id Hawa, Tazkiyatun Nafs : Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 236

0 comments:

Post a Comment