Tuesday 5 January 2021

L. Edwin Arwana: Makalah Analisis Kebutuhan Belajar

 

Makalah Desai Pembelajaran

 

“ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN”

Dosen Pengampu: Neneng Agustiningsih, M.Pd

 



 


 

JURUSAN TADRIS IPA BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MATARAM

2020

 


KATA PENGANTAR

 

Segala puji dan syukur atas ke hadirat Allah yang Maha Esa yang karena limpahan nikmat serta hidayah-Nya kepada kita semua terlebih penyusun sehingga akhirnya Makalah Studi Islam ini dapat terselesaikan. Kedua kalinya sholawat serta salam kepada Nabi kita tercinta Muhammad shallallah alaihi wasallam yang dengan perjuangan, kerja keras serta semangat beliau akhirnya kita dapat merasakan manisnya Islam.

Makalah desain pembelajaran ini telah kami susun semaksimal mungkin, dan kami haturkan banyak terima kasih kepada para dosen, terutama untuk dosen pengampu mata kuliah Desain Pembelajaran Ibuk Neneng Agustiningsih, M. Pd. serta pihak-pihak terkait dan rekan-rekan sekalian atas segala bimbingan dan pengajaran serta bantuannya sehingga dapat lebih mempermudah dalam penyusunannya. Kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan guna mempermudah kami dalam menyempurnakan makalah ini.

Penyusun mengharapkan semoga nantinya makalah Desain Pembelajaran ini dapat diambil hikmah serta memberikan mamfaat bagi generasi bangsa kedepannya guna menciptakan kemajuan serta kedamaian di negeri kita tercinta Indonesia.

 

 

 

        

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

COVER

KATA PENGANTAR                                                                                  ii

DAFTAR ISI                                                                                                 iii

BAB I PENDAHULUAN                                                                             1

A.  Latar Belakang                                                                               1

B.  Rumusan Masalah                                                                          1

C.  Tujuan                                                                                             1

BAB II PEMBAHASAN                                                                              2

A. Pengertian Kebutuhan Pembelajaran                                              2

B.  Macam- macam Kebutuhan pembelajaran                                     3

C.  Tahap- tahap Pembelajaran                                                            9

D. Analisis Kebutuhan Pembelajaran                                                  13

BAB III PENUTUP                                                                                      14

A.  Kesimpulan                                                                                     14       

B.  Saran                                                                                              14

DAFTAR PUSTAKA                                                                                              

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Belajar adalah serangkaian kegiatan fisik dan psikis seoseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar memegang peranan penting dalam pembelajaran, karena dalam pembelajaran terdapat peristiwa belajar dan peristiwa mengajar.

Belajar adalah aktivitas psychofisik yang ditimbulkan karena adanya aktivitas dan interaksi pembelajaran. Mengajar merupakan tugas utama seorang guru. Seorang guru yang kreatif akan selalu berupaya menciptakan ide-ide dalam merancang sistem pembelajaran yang mampu menghantarkan keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Tujuan manusia belajar tentunya adalah untuk menjadi lebih baik, sehingga kelak ilmu yang mereka peroleh melalui proses belajar dan mengajar dapat diterapkan dalam kehidupannya. Demi mencapai tujuan tersebut, maka sebelum memulai proses belajar seoarng pendidik perlu mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap kebutuhan masing-masing peserta didiknya, baik itu secara individual ataupun kelompok, agar apa yang disampaikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didiknya serta tercapai tujuan yang telah direncanakan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan kebutuhan ?

2.      Ada berapa model kebutuhan belajar ?

3.      Bagaimana tahapan kebutuhan belajar ?

4.      Bagaimana menganalisis kebutuhan belajar ?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian kebutuhan pembelajaran.

2.      Untuk mengetahui model kebutuhan pembelajaran.

3.      Untuk mengetahui  tahapan pembelajaran.

4.      Untuk mengetahui cara menganalisis kebutuhan pembelajaran.

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Kebutuhan Pembelajaran.

Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala adalah pengembangan pengajaran secara sistematis yang digunakan secara khusus dari teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.[1]

Shambaugh dalam Wina Sanjaya, menjelaskan tentang desain pembelajaran sebagai berikut. An intellectual process to help teachers systematically learners needs and construct structures possibilities to responsively addres those needs. (Sebuah proses intelektual untuk membantu pendidik dalam menganalisis kebutuhan peserta didik dan membangun berbagai kemungkinan untuk merespon kebutuhan tersebut).[2]

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk kehidupannya, demi mencapai suatu hasil (tujuan) yang lebih baik. Belajar adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik, yang mengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik menjadi baik, yang tidak pantas menjadi pantas, dll. Kebutuhan belajar pada dasarnya menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang diinginkan dan kondisi yang sebenarnya. Jadi pengertian Identifikasi kebutuhan belajar adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk meneliti dan menemukan hal-hal yang diperlukan dalam belajar dan hal-hal yang dapat membantu tercapainya tujuan belajar itu sendiri, baik itu proses belajar yang berlangsung di lingkungan keluarga (informal), sekolah (formal), maupun masyarakat (non-formal). Pada tahap pengidentifikasian kebutuhan belajar ini, sebaiknya guru melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan belajar bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:

a.       Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran.

b.      Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar.

c.       Peserta didik dibantu untuk mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.

Kebutuhan belajar itu beragam hingga setiap orang cenderung memiliki kebutuhan belajar yang berbeda. Dalam satu kelompok yang memiliki sepuluh orang anggota mungkin akan terdapat lebih dari sepuluh macam kebutuhan belajar setiap anggotanya anggotanya. Kebutuhan yang dirasakan oleh seseorangpun mungkin akan berbeda apabila ruang dan waktu pun berbeda. Kebutuhan belajar yang dirasakan oleh seseorang yang berada didaerah pedesaan mungkin akan berbeda dengan kebutuhan belajar yang dirasakan apabila orang tersebut tinggal di kota. Kebutuhan belajar yang dirasakan tahun lalu mungkin akan berbeda pula dengan kebutuhan belajar yang akan dirasakan pada tahun mendatang.

Apabila suatu kebutuhan belajar telah terpenuhi, akan muncul kebutuhan belajar lainnya yang harus dipenuhi melalui kegiatan belajar. Kebutuhan belajar perlu diidentifikasi melalui pendekatan perorangan. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan instrumen yang cocok sehingga dapat mengungkap informasi yang dinyatakan oleh setiap individu yang merasakan kebutuhan belajar. Instrumen itu antara lain adalah wawancara, angket, dan kartu atau dokumen. Kebutuhan belajar yang dirasakan sama oleh setiap individu dalam suatu kelompok disebut kebutuhan belajar kelompok. Kebutuhan belajar kelompok ini pada umumnya daat dipenuhi melalui kegiatan belajar bersama atau kegiatan belajar kelompok. Wadah kegiatan belajar bersama dalam suatu kelompok itu disebut kelompok belajar. Kelompok belajar bertujuan untuk terjadinya proses belajar yang didasarkan atas kebutuhan belajar yang telah diidentifikasi sebelumnya. Dengan kata lain bahwa hasil identifikasi kebutuhan bahan belajar itu dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kurikulum atau program belajar. Kurikulum ini dapat meliputi antara lain pengetahuan keterampilan, dan/atau sikap yang akan dipelajari dalam kelompok belajar. [3]

B.     Macam- macam Kebutuhan pembelajaran.

Analisis kebutuhan merupakan alat yang konstruktif dan positif untuk melakukan  perubahan. Perubahan yang didasarkan atas logika yang bersifat rasional, perubahan fungsional yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok dan individu. Metode Need  Assessment dibuat untuk bias mengukurtingkat kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat. Dalam pengukuran kesenjangan seorang analisis harus mampu mengetahui seberapa besar masalah yang dihadapi.

Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan mengadakan analisa kebutuhan (Morrison, 2001: 28-30).[4]

1.      Kebutuhan Normatif Membandingkan peserta didik dengan standar nasional, misal, UAN, SNMPTN, dan sebagainya.

2.      Kebutuhan Komperatif Membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B.

3.      Kebutuhan Yang Dirasakan Hasrat atau kinginan yang dimiliki masing-masing peserta didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan antara tingkat ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.

4.      Kebutuhan Yang Diekspresikan Kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu diekspresikan dalam tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.

5.      Kebutuhan Masa Depan Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa mendatang. Misal,  penerapan teknik pembelajaran yang baru, dan sebagainya.

6.      Kebutuhan Insidentil yang mendesak Faktor negatif yang muncul di luar dugaan yang sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.

Dengan kata lain bahwa hasil identifikasi kebutuhan bahan belajar itu dijadikan bahan masukan dalam penyusunan kurikulum atau program belajar. Kurikulum ini dapat meliputi antara lain pengetahuan keterampilan, dan/atau sikap yang akan dipelajari dalam kelompok belajar. Kebutuhan belajar dapat disusun kedalam berbagai golongan. Beberapa pakar pendidikn dan peneliti kebutuhan belajar yang dikemukakan dibawah ini dibuat oleh Johnstone dan rivera (1965) dalam buku “Volunteers of Learning” yakni :

a.        Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan tugas pekerjaan

b.       Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan kegemaran dan rekreasi

c.        Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan keagamaan

d.       Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan penguasaan bahasa dan pengetahuan umum

e.         Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan kerumahtanggaan

f.         Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan penampilan diri

g.       Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan pengetahuan peristiwa baru

h.       Kebutuhan belajar yang berhubungan dengan usaha dibidang pertanian

i.         Kebutuhan belajar yang berkaitan dengan pelayanan jasa

Model pengukuran kebutuhan belajar merupakan bentuk pengukuran terhadap hal-hal yang harus ada dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar, yang disajikan oleh pendidik (guru) dan disesuaikan dengan program pembelajaran yang dilakukan. Terdapat tiga (3) model pengukuran dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, yaitu model induktif, model deduktif dan model klasik. [5]

1.      Model Induktif

Pendekatan yang digunakan dalam model Induktif menekankan pada usaha yang dilakukan dari pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini diusahakan secara langsung pada kemampuan yang telah dimiliki setiap peserta didik, kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada dirinya. Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar yang bersifat kebutuhan terasa (felt needs) atau kebutuhan belajar dalam pendidikan yang dirasakan langsung oleh peserta didik. Pelaksanaan identifikasinya pun harus dilakukan secara langsung kepada peserta didik itu sendiri.

Model Induktif ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1). dapat diperoleh informasi yang langsung, 2). tepat mengenai jenis kebutuhan Peserta didik, sehingga memudahkan kepada guru (pendidik) untuk memilih materi belajar yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Namun, kelemahannya pun ada, yaitu; dalam menetapkan materi pendidikan yang bersifat menyeluruh, dan umum untuk peserta didik yang banyak dan luas akan membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta didik yang mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar dimintai informasinya mengenai kebutuhan belajar yang mereka inginkan.

Pelaksanaan pengukuran (assessment) kemampuan yang telah dimiliki calon peserta pelatihan disesuaikan dengan kondisi calon itu sendiri. Apabila calon sudah bisa membaca dan menulis, maka identifikasi dapat dilakukan melalui kegiatan pemberian angket, atau juga bisa melalui wawancara, dengan pokok-pokok pertanyaan diantaranya (contoh) : Kemampuan apa yang diinginkan untuk dipelajari pada kesempatan sekarang? atau Ingin belajar apa sekarang? Juga dapat dilakukan melalui pengajuan daftar isian atau kartu kebutuhan belajar. Calon peserta menjawab dan mengisi kuesioner pada bagian yang sudah disediakan. Begitu pula, apabila peserta pelatihan diberi kartu Kebutuhan Belajar, maka peserta pelatihan (sasaran) tinggal menuliskan jenis kemampuan yang ingin dipelajarinya pada kartu, yang telah disediakan.

Setelah memperoleh sejumlah kebutuhan belajar baik dari satu atau beberapa peserta, maka pendidik perlu menetapkan prioritas kebutuhan belajar. Penetapan prioritas ini dapat dilakukan pendidik bersama-sama peserta didik atau dilakukannya sendiri, yang kemudian diinformasikan lebih lanjut kepada peserta yang didasarkan kepada hasil jenis kebutuhan belajar yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk penetapan ini dapat dilakukan melalui diskusi, atau curah. pendapat, atau pasar data. Pengajuan prioritas dari setiap peserta pelatihan dibarengi dengan alasan-alasannya. Namun demikian, pada akhirnya penetapan prioritas ini perlu disesuaikan dengan berbagai macam kemungkinan dari segi bahan belajar, sumber belajar, waktu, serta sarana penunjang lainnya. Apabila pendidik sudah memperoleh penetapan prioritas, maka pendidik bertugas untuk mengembangkan materi pembelajaran, serta menyelenggarakan proses belajar.[6]

2.      Model Deduktif

Pendekatan pada model ini dilakukan secara deduktif, dalam, pengertian bahwa identifikasi kebutuhan pembelajaran dilakukan secara umum, dengan sasaran yang luas. Apabila akan menetapkan kebutuhan belajar untuk peserta didik yang memiliki karakteristik yang sama, maka pelaksanaan identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua peserta didik (sasaran). Hasil identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta didik (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan dalam menyusun materi belajar yang bersifat universal. Hal ini sebagaimana telah dilakukan dalam menetapkan kebutuhan belajar minimal untuk peserta didik dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang pendidikan, usia, atau jabatan dll. Kemudian dikembangkan ke proses belajar dalam pembelajaran yang lebih khusus.

Keuntungan dari tipe ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat diperoleh dari sasaran yang luas, sehingga ada kecenderungan penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih efesien dibanding dengan tipe induktif, karena informasi kebutuhan belajar yang diperoleh dapat digunakan untuk penyelenggaraan proses belajar dalam pelatihan secara umum. Namun demikian, model ini mempunyai kelemahan dari segi efektifitasnya, karena belum tentu semua peserta didik (sasaran) diduga memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa keanekaragaman peserta didik cenderung memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda.[7]

Kebutuhan belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis kebutuhan terduga (expected needs), dalam pengertian bahwa peserta didik pada umumnya diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar tersebut. Hal menarik bahwa, pernyataan jenis kebutuhan bisa tidak diungkapkan oleh diri peserta didik secara langsung, akan tetapi oleh pihak lain yang diduga memahami tentang kondisi peserta didik. Oleh karena itu, mengapa banyak terjadi "Drop out dalam pembelajaran", atau kebosanan belajar, tidak adanya motivasi, malas, karena ada kecenderungan bahan belajar yang dipelajarinya dalam pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar yang dirasakannya.

Identifikasi pada model ini dilakukan secara universal kepada tiga pihak sasaran, yaitu:

a.       Keluarga peserta pelatihan atau anggota masyarakat lain yang berkepentingan dengan pendidikan.

b.      Pelaksana dan Pengelola Pelatihan: Kepala, penyelenggara, pelatih (tutor) dll. Sasaran ini memiliki pengalaman tentang wujud penyelenggaraan pelatihan yang telah diselenggarakan serta berbagai hal yang berkaitan dengan aspek-aspek kegiatan belajar.

c.       Peserta pelatihan, untuk setiap jenis materi pembelajaran yang akan dikembangkan di kelas, sasaran ini ditetapkan untuk mencocokan keinginan dan kemampuan pelatih (tutor) dalam mengembangkan proses dan materi pembelajaran.

Pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan(kebutuhan belajar) pada model deduktif ini dimulai dari identifikasi kepada kedua pihak (keluarga, orang tua, dan pengelola pelatihan) kemudian penetapan keputusannya disesuaikan dengan jenis kebutuhan pelatihan yang diharapkan oleh peserta. Teknik yang digunakan dalam kegiatan identifikasi kebutuhan model ini adalah kuesioner, dan inventori yang disampaikan kepada ketiga pihak di atas, yang intinya menanyakan atau menyusun daftar jenis-jenis kebutuhan belajar yang diduga diperlukan untuk peserta.[8]

3.      Model Klasik

Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan peserta (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama, pada model ini pendidik telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum, misalnya; Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan kepemimpinan, satuan pelajaran dalam pelatihan, modul, hand-out dll. Identifikasi kebutuhan belajar dilakukan secara terbuka dan langsung kepada peserta didik (sasaran) yang sudah ada di kelas. Pendidik mengidentifikasi kesenjangan di antara kemampuan yang telah dimiliki peserta didik dengan bahan belajar yang akan dipelajari. Tujuan dari model klasik ini adalah untuk mendekatkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga peserta pelatihan didik tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam mempelajari bahan belajar yang baru. Keuntungan dari model ini adalah untuk memudahkan peserta didik dalam mempelajari bahan belajar, di samping kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal untuk memahami bahan belajar yang baru. Kelemahannya adalah bagi peserta didik yang terlalu jauh kemampuan dasarnya dengan bahan belajar yang akan dipelajari menuntut untuk mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut, sehingga dalam mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya membutuhkan waktu yang lama.

Kegiatan identifikasi kebutuhan belajar model klasik ini dilakukan pendidik kepada peserta didik, dengan cara pemberian tes, wawancara, atau kartu kebutuhan belajar, untuk menetapkan kemampuan awal peserta (entry behavior level). Selanjutnya, kemampuan awal tersebut dibandingkan dengan susunan pengetahuan yang terdapat dalam materi (modul, satpel dll) yang sudah ada. Apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan peserta didik di bawah batas awal bahan belajar yang terdapat pada program belajar, maka peserta didik perlu memberikan supplement terlebih dahulu, sampai mendekati batas bahan pelatihan yang akan dipelajari. Namun, apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan awal sudah berada pada pokok bahasan yang ada pada program, maka peserta pembelajaran bertugas untuk menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang tepat untuk membelajarkan peserta dari pokok bahasan pertama. Penetapan metode belajar ini ditujukan untuk menghilangkan kebosanan pada diri peserta.[9]

C.    Tahap- tahap Pembelajaran.

1. Tahapan Perencanaan (Plan)

Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.

2. Tahapan Pelaksanaan (Do)

Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:

a.    Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.

b.   Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.

c.    Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.

d.   Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.

e.    Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.

f.     Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.

g.   Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.

3.   Tahapan Refleksi (Check)

Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.

Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.[10]

4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)

Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun menajerial. Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik. Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.[11]

Ada empat tahap dalam melakukan analisa kebutuhan yakni perencanaan, pengumpulan data, analisa data dan menyiapkan laporan akhir.

a.         Perencanaan : yang perlu dilakukan; membuat klasifikasi siswa, siapa yang akan terlibat dalam kegiatan dan cara pengumpulannya. (Morrison, 2001 : 32)

b.         Pengumpulan data : perlu mempertimbangkan besar kecilnya sampel dalam penyebarannya (distribusi) (Morrison,2001 : 33).

c.          Analisa data : setelah data terkumpul kemudian data dianalisis dengan pertimbangan : ekonomi, rangking, frequensi dan kebutuhan

d.         Membuat laporan akhir : dalam sebuah laporan analisa kebutuhan mencakup empat bagian; analisa tujuan, analisa proses, analisa hasil dengan table dan penjelasan singkat, rekomendasi yang terkait dengan data. (Morrison, 2001: 33-34).

Menurut Atwi Suparman (2001 : 65-72) ada 8 tahap dalam mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran sebagai berikut:[12]

1.         Tahap 1

Mengidentifikasi kesenjangan hasil prestasi saat ini dengan yang diidealkan. Untuk memperoleh data tersebut menggunakan cara ; membaca laporan tertulis observasi, wawancara, angket dan dokumen.

2.         Tahap 2

Sebelum mengambil tindakan pemecahan masalah, kesenjangan tersebut harus dinilai terlebih dahulu dari segi:

- Tingkat signifikasi pengaruhnya.

- Luas ruang lingkup.

- Pentingnya peranan kesenjangan terhadap masa depan lembaga atau program.

3.  Tahap 3

a.       Menganalisis kemungkinan penyebab kesenjangan melalui observasi,wawancara, analisa logis.

b.      Memisahkan kemungkinan penyebab yang tidak berasal dari kekurangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk diserahkan penyelesaiannya kepada pihak lain.

c.       Mengelompokkan kemungkinan penyebab yang berasal dari kekurangan pengetahuan ketrampilan dan sikap tertentu untuk diteruskan ke langkah 4.

4.  Tahap 4

Menginterview siswa untuk memisahkan antara yang sudah pernah dan yang belum memperoleh pendidikan, bagi yang sudah berpendidikan melanjutkan ke-langkah 5 dan bagi yang belum meneruskan ke-langkah 8.

5.  Tahap 5

Bagi peserta yang sudah berpendidikan pada langkah ini dikelompokkan lagi mejadi peserta yang sering mengikuti pendidikan menuju ke-langkah 6 dan jarang mengikuti pendidikan melanjutkan ke-langkah 7.

6.         Tahap 6

Kelompok yang sudah sering mendapat pendidikan diberi umpan balik atas kekurangannya dan diminta untuk mempraktekkan kembali sampai dapat melakukan tugasnya seperti yang diinginkan.

7.         Tahap 7

Bagi kelompok yang masih jarang mengikuti pendidikan diberi kesempatan lebih banyak untuk berlatih kembali, ini perlu disupervisi dari dekat agar mencapai hasil yang diinginkan.

8.         Tahap 8

Untuk kelompok peserta yang belum pernah memperoleh pendidikan perlu dibuatkan intruksional yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk diketahui peserta.

D.    Sumber-sumber Analisis Kebutuhan Pembelajaran.

Berbagai sumber belajar dapat digunakan baik oleh pengajar maupun peserta didik dalam pembelajaran. Jenis-jenis sumber belajar antara lain:

1.      Buku Kurikulum.

Buku kurikulum sangat penting sebagai pedoman untuk menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pembelajaran. Pengajar harus menjabarkan materi pokok menjadi bahan ajar yang terperinci.

2.      Buku Teks.

Buku teks digunakan sebagai sumber bahan belajar. Buku teks tidak selamanya harus satu jenis, melainkan hendaknya bervariasi agar mendapatkan materi pembelajaran yang luas.

3.             Sumber belajar media elektronik hasil rekayasa teknologi, seperti komputer (internet), televisi, radio, kaset, dan sebagainya. Media elektronik ini yang dimanfaatkan adalah program-programnya yang berkaitan dengan bahan belajar suatu mata pelajaran.

4.      Internet.

Merupakan sumber untuk mendapatkan segala macam bahan ajar. Bahan ajar tersebut bisa dicetak atau dicopy.

5.      Penerbitan berkala, seperti surat kabarharian atau majalah yang terbit mingguan atau bulanan.

6.      Laporan hasil penelitian, biasanya diterbitkan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, atau para peneliti.

7.       Jurnal, adalah penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah.

8.      Nara Sumber, yaitu seperti pakar atau ahli mata pelajaran dan kalangan professional.

9.      Lingkungan, seperti lingkungan alam, ekonomi, sosial, seni, budaya, teknologi, dan industri.

Pembelajaran biologi pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk menghantarkan siswa ke tujuan belajarnya, dan biologi itu sendiri berperan sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Biologi sebagai ilmu dapat diidentifikasikan melalui objek, benda alam, persoalan/gejala yang ditunjukkan oleh alam, serta proses keilmuan dalam menemukan konsepkonsep biologi. Proses pembelajaran biologi merupakan penciptaan situasi dan kondisi yang kondusif sehingga terjadi interaksi antara subjek didik dengan objek belajarnya yang berupa makhluk hidup dan segala aspek kehidupannya. Pelajaran biologi harus mampu memberikan kompetensi kepada siswa dalam hal;

a.       Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif, dalam menanggapi hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran biologi

b.      Berpartisipasi secara aktif dan tanggung jawab

c.       Berkembang secara positif

d.      Berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Desain pembelajaran dapat diartikan sebagai merancang, memikirkan, menyusun  perencanaan pembelajaran yang harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan dan merupakan Sebuah proses intelektual untuk membantu pendidik dalam menganalisis kebutuhan peserta didik dan membangun berbagai kemungkinan untuk merespon kebutuhan tersebut.

Kebutuhan belajar adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk meneliti dan menemukan hal-hal yang diperlukan dalam belajar dan hal-hal yang dapat membantu tercapainya tujuan belajar itu sendiri, baik itu proses belajar yang berlangsung di lingkungan keluarga (informal), sekolah (formal), maupun masyarakat (non-formal). Yang tujuannya untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya.

Sumber belajar adalah sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar sendiri secara individual. (Percival dan Ellington, 1988). Sumber belajar adalah bahan-bahan yang dapat dimanfaat dan diperlukan untuk membantu pengajar maupun peserta didik dalam proses pembelajaran. Sumber belajar berupa bahan belajar adalah rujukan, referensi, atau literatur yang digunakan baik untuk menyusun silabus maupun menyusun buku yang digunakan oleh pengajar dalam mengajar, sehingga ketika menyusun silabus akan terhindar dari kesalahan konsep. Buku dan sumber lain merupakan rujukan.

B.     Saran

Semoga kedepannya kita semua semakin digerakkan hatinya oleh Allah SWT untuk tetap dan istiqomah dalam menjalankan kewajiban kita sebagai penuntut ilmu yakni mengerjakan tugas dengan tepat waktu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Syaiful, Sagala.  2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Sanjaya, Wina. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Gafur, Abdul. 1980. Desain Instruksional. Solo: Tiga Serangkai.

Suparman, Atwi  dan Purwanto. 1997. Analisis Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.

Rahman, Muhammad dan Sofan Amari. 2013. Strategi dan Desainp Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta : Pustakaraya

Hakim, Lukmanul.  2009. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Wacana Prima.

Morrison. 2011. Designing Effective Instruction, Sixht Edition. New Yourk: John Wiley & Sons, INC.

 

 

                                                                                        



[1] Sagala Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. (Bandung : Alfabeta, 2005), hlm. 139

[2] Wina Sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 67

[3] Gafur, Abdul. Desain Instruksional. (Solo: Tiga Serangkai. 1980)

 

[4] Morrison. Designing Effective Instruction, Sixht Edition. New Yourk. 2011. Hal 28-30

[5] Suparman, Atwi  dan Purwanto. Analisis Pembelajaran. (Jakarta: Depdikbud.1997)

 

[6] Muhammad Rahman dan Sofan Amari. Strategi dan Desainp Pengembangan Sistem Pembelajaran. Jakarta : Pustakaraya, 2013.

 

 

[7] Ibid. M, 2013

[8] Ibid, M. 2013

[9] Ibid, M, 2013

 

[10] Ibid, M, 2013

[11] Lukmanul Hakim. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Wacana Prima, 2009.

[12] Suparman, Atwi  dan Purwanto.  Analisis Pembelajaran. Jakarta. 1997

12 comments: