Kisah dan Motivasi
Warisan Kaus Kaki Robek
Rewrite: Lalu Edwin Arwana
Alkisah, seorang kaya raya (miliarder), sedang sakit parah. Menjelang
ajal menjemput, ia mengumpulkan anak-anak tercintanya. Beliau berwasiat,
“Anak-anakku, jika ayah sudah dipanggil yang Maha Kuasa, ada permintaan ayah
kepada kalian, tolong pakaikan kaus kaki kesayangan ayah walaupun kaus kaki itu
sudah robek. Ayah ingin memakai barang kesayangan ayah semasa bekerja di
kantor, dan sebagai kenangan, ayah minta kaus kaki itu kalian pakaikan bila
ayah dikubur nanti.”
Singkat cerita, akhirnya sang ayah
meninggal dunia. Saat mengurus jenazah dan proses mengafani berlangsung,
anak-anak meminta kepada pengurus jenazah untuk memakaikan kaus kaki yang robek
itu sesuai wasiat ayahnya. Akan tetapi, sang pengurus jenazah menolak. “Maaf,
secara syari’at hanya dua lembar kain putih saja yang boleh dipakaikan kepada
mayat…,” kata sang pengurus jenazah.
Terjadi diskusi panas antara
anak-anak yang ingin memakaikan kaus kaki robek tersebut dengan pengurus
jenazah yang juga merupakan seorang ustadz. Karena tidak ada titik temu,
penasihat keluarga sekaligus notaris kemudian dipanggil. Beliau menyampaikan,
“sebelum meninggal, Bapak menitipkan surat wasiat. Ayo kita buka bersama-sama,
siapa tahu ada petunjuk…,”
Maka, surat wasiat almarhum
miliarder untuk anak-anaknya yang dititipkan kepada notaris tersebut dibuka
bersama-sama. Begini bunyinya, “anak-anakku, pasti sekarang kalian sedang
bingung karena dilarang memakaikan kaus kaki robek pada mayat ayah. Lihatlah!!,
Anak-anakku, padahal harta ayah banyak, uang berlimpah, beberapa mobil mewah,
tanah dan sawah dimana-mana, rumah mewah banyak, tetapi tidak ada artinya
ketika ayah sudah mati. Bahkan, kaus kaki robek saja tidak boleh dibawa. Begitu
tidak berartinya dunia, kecuali amal ibadah kita, dan sedekah kita yang ikhlas.
Anak-anakku, inilah yang ingin ayah sampaikan agar kalian tidak tertipu dengan
dunia yang sementara. Salam sayang dari ayah yang ingin kalian menjadikan dunia
sebagai jalan menuju Allah ta’ala.
Sumber: Ibnu
Basyar. 2015. Mengisi Hati di Lorong
Kehidupan. Jakarta: Gema Insani.
0 comments:
Post a Comment